Sintaksis
merupakan tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Sama
halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal
di dalam kata.
Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa, dan kalimat
Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk
kalimat. Kalimat merupakan satuan atau deretan kata-kata yang memiliki intonasi
tertentu sebagai pemarkah keseluruhannya dan secara ortografi biasanya diakhiri
tanda titik atau tanda akhir lain yang sesuai.
1. FRASE
Frasa
merupakan gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif. Di sisi
lain, frasa juga diartikan sebagai kelompok kata yang merupakan bagian
fungsional dari tuturan yang lebih panjang.
Perhatikakan kalimat di bawah ini!
{Secara {lebih mendalam}} kita{akan membahas} {kemampuan {menilai {{restasi
belajar} siswa}}} {untuk {kepentingan { pengajaran {yang lebih baik}}}.
Seperti telah dijelaskan bahwa frasa adalah bagian fungsional.
Kualifikasi fungsional menyatakan bahwa bagian itu berfungsi sebagi konstituen
di dalam konstituen yang lebih panjang, misalnya kemampuan menilai prestasi
belajar siswa berfungsi sebagai objek pada verba membahas. Sebaliknya urutan
mendalam kita dan pengajaran yang bukanlah frasa karena bukan merupakan bagian
fungsional dari konstituen yang lebih panjang. Selain itu frasa juga biasanya
tidak melampaui batas fungsi yang didudukinya, misalnya Ahmad pulang nanti
bukan sebagai frasa karena keseluruhannya adalah kalimat. Sebuah frase dapat
dilihat dari dua sisi, yakni dari perilaku sintaksis dan dari kelas kata yang
membangun frase itu.
Dilihat dari
perilaku sintaksisinya, frase digolongkan ke dalam 2 macam, yakni frase endosentrik
dan frase eksosentrik.
1.1. Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frasa yang keseluruhannya memilki perlaku sintaksis
yang sama dengan salah satu konstituennya, misalnya sepeda baru pada kalimat
saya membeli sepeda baru.
1.2. Frase endosentrik dibagi ke dalam tiga macam, yakni: frase
endosentrik atributif, koordinatif, dan apositif.
1.3. Frase Endosentrik Atributif
Frase endosentrik atributif merupakan konstruksi sintaktis yang salah
satu unsurnya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan unsur
lainnya. Unsur yang lebih tinggi dalam hal ini disebut unsur pusat atau inti,
sedangkan unsur yang kedudukannya lebih rendah disebut atribut.
1.4. Frasa endosentris atributif dibedakan atas frasa endosentris
atributif nominatif, frasa endosentris verbal, frasa endosentris atributif adjektival,
frasa endosentris atributif numeralial, dan frasa endosentris atributif
adverbial.
1.5. Frase Endosentrik Koordinatif
Frase endosentrik koordinatif merupakan konstruksi sintaktis yang
memiliki dua unsur pusat atau lebih yang masing-masing berdistribusi paralel
dengan keseluruhan frasa yang dibentuk.
Menurut Arifin, (2008:25) frase endosentrik koordinatif dalam hal ini
dapat dihubungkan dengan konjungsi dan, tetapi, atau, ataupun dan konjungsi
korelatif baik…….maupun, makin……makin, misalnya kaya atau miskin, kaya ataupun
miskin, pintar dan sombong, bodoh tetapi sombong, baik merah maupun biru, makin
tua makin bermutu, dan sebagainya.
1.6. Frase Apositif
Frase apositif merupakan konstruksi sintaktis yang unsur-unsur langsungnya
memiliki makna yang sama. Frasa endosentris aposistif dalam hal ini hanya
memiliki satu unsur pusat ditambah aposisi yang berfungsi sebagai penjelas S,
P, O maupun keterangan.
1.7. Frase Eksosentrik
Frasa jenis ini sering disebut sebagai frasa preposisional karena frasa ini
terdiri dari preposisi sebagai penanda dan sumbu sebagai konstituen pesertanya,
seperti frasa di bandung, dari rumah, pada dinding, terhadap dia, daripada
menderita, dan lain-lain.
Menurut Arifin, (2008:19), frase eksosentrik adalah frase yang sebagian
atau seluruhnya tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua
komponennya.
Frase ini memiliki dua komponen. Komponen yang pertama berupa perangkai yang
berwujud preposisi, partikel dan komponen yang kedua berupa sumbu. Frase yang
berperangkai preposisi disebut sebagai frase preposisional (direktif) dan frase
yang berperangkai partikel disebuat frase eksosentrik nondirektif.
1.7.1. Frase eksosentrik direktif
dapat menyatakan beberapa makna, sebagai berikut:
-
Tempat, seperti di pasar, ke rumah, dan pada
dinding,
-
Asal arah, seperti dari kampung, dari sekolah,
-
Asal bahan, seperti dari emas, dari tepung,
-
Tujuan, seperti ke kampus, ke pasar,
-
Peralihan, seperti kepada saya, terhadap Tuhan,
-
Perihal, seperti tentang saya, akan kebaikan,
-
Cara, seperti dengan baik, dengan senang,
-
Alat, seperti dengan cangkul, dengan sepeda,
-
Keberlangsungan, seperti sejak kemarin, sampai
besok, dari tadi, sampai nanti,
-
Penyamaan, seperti selaras dengan, sejalan
dengan, dan
-
Perbandingan, seperti seperti dia, sebagai
bandingan.
Frase eksosentrik nondirektif dibedakan ke dalam 2 bentuk, yakni: 1)
frase eksosentrik nondirektif yang sebagaian atau seluruhnya memiliki perilaku
yang sama dengan salah satu unsurnya, seperti si kancil, si terdakwa, kaum
marginal, kaum pengusaha, dan sebagainya; 2) frase eksosentrik nondirektif yang
tidak memiliki perilaku yang sama dengan bagian-bagianya, seperti yang mulya,
yang besar, yang itu, dan sebagainya.
2. KLAUSA
Kalusa
adalah gabungan dua kata atau lebih yang setidaknya terdiri atas subjek dan
predikat, serta berpotensi menjadi kalimat. Klausa dapat digolongkan
berdasarkan hal-hal berikut:
Bedasarkan unsur interennya.
- Ada atau tidaknya kata negatif yang secara
gramatikal mengapit predikat.
- Berdasarkan katagori kata atau frase yang
menduduki fungsi predikat.
2.1 Klausa Berdasarkan Unsur Internalnya
Klausa dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yakni: klausa lengkap dan tidak
lengkap. Klausa lengkap berdasarkan struktur internalnya dibagi ke dalam dua
jenis, yakni: klausa lengkap yang subjekya terletak di depan dan klausa lengkap
yang subjeknya terletak di belakang, misalnya:
- Badan orang itu sangat besar
sangat besar badan orang itu
- Andi pergi ke kali
ke kali andi pergi
Sementara itu, klausa tidak
lengkap hanya terdiri atas predikat disertai objek, pelengkap, keterangan atau
tidak, misalnya:
a. Sedang bermain-main
b. Menulis surat
c. Telah berangkat ke Jakarta
2.2 Kalusa Berdasarakan Ada Tidaknya yang Menegatifkan Predikat
Klausa dalam kaitannya dengan
kriteria ini dibagi ke dalam dua macam, yakni: klausa positif dan klausa
negatif. Klausa negatif adalah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang
secara gramatik menegatifkan predikat..Kata-kata negatif yang dimaksud dalam
hal ini antara lain: tidak, bukan, belum, dan jangan. Klausa positif adalah
klausa yang tidak memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan
predikat.
3. KALIMAT
Bahasa
terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan
oleh bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi
satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik.Satuan fonologik meliputi
fonem dan suku. Sedangkan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan
gramatika meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem. Contoh
kalimat dari satu kata misalnya: kemarin, kalimat yang terdiri dari dua kata,
misalnya itu toko yang terdiri dari tiga kata, misalnya ia sedang belajar.
3.1. Kalimat Berklausa Dan Kalimat
Tak Berklausa
Kalimat
yang berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa.
Klausa terdiri atas subjek dan predikat. Klausa dapat pula disertai adanya
objek, keterangan dan pelengkap.
Contoh:
Lembaga itu menerbitkan majalah
sastra. ( 1 klausa )
Perasaan itu muncul sesaat setelah
kamu pergi. ( 2 klausa )
Kalimat tak berklausa adalah
kalimat yang tidak terdiri dari klausa.
Contoh:
Selamat pagi !
Pergi !
Judul suatu karangan juga merupakan
sebuah kalimat karena selalu diakhiri dengan jeda panjang yang disertai nada
akhir naik atau turun atau yang disebut intonasi.
Contoh: Seratus Tokoh Islam Akan
Menerima Penjelasan. ( berwujud kalimat)
Akan tetapi, jika tidak terdiri
dari klausa, kalimat judul itu termasuk golongan kalimat tak berklausa.
Contoh : Seorang Pertapa dari
Gunung Wilis ( berwujud satuan frase )
Kalimat Berita, Kalimat Tanya dan
Kalimat Suruh
Berdasarkan fungsinya dalam
hubungan situasi, kalimat digolongkan menjadi:
1. Kalimat Berita
Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain
sehingga tanggapan yang berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata
yang menunjukkan adanya perhatian yang berupa anggukan atau ucapan ya. Kalimat
berita mempunyai pola intonasi berita.dalam kalimat berita tidak terdapat
kata-kata tanya, kata ajakan serta kata larangan.
2. Kalimat Tanya
kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki
pola intonasi yang berbeda dari kalimat berita. Pola intonasi kalimat berita
bertanda akhir turun, sedangkan pola intonasi kalimat tanya bernada akhir naik.
Di samping itu, nada suku terakahir yang lebih tinggi sedikit dibandingkan
dengan nada suku terakhir pola intonasi kalimat berita.
A. Apa
Kata tanya apa digunakan untuk
menanyakan benda, tumbuhan, hewan dan identitas.
Contoh : – Petani itu membawa apa?
- Kamu membaca buku apa?
B. Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk
menanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Contoh: – Anda mencari siapa?
- Ini sepeda siapa?
C. Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk
menanyakan perbuatan dan sebab.
Contoh: – Anak itu sedang mengapa?
- Mengapa anak itu menangis?
D. Kenapa
kata tanya kenapa digunakan untuk
menanyakan sebab.
Contoh: Kenapa anak itu menangis?
E. Bagaimana
Kata tanya bagaimana menanyakan
keadaan dan cara.
Contoh: – Bagaimana nasibnya
sekarang?
- Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
F. Mana
Kata tanya mana menanyakan tempat,
sesuatu dari suatu kumpulan dan sesuatu yang dijanjikan sebelumnya.
Contoh: – Kamu orang mana?
4. WACANA
Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis
terbesar seperti banyak diduga dan diperhitungkan orang selama ini. Kalimat
atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih
besar yang disebut wacana. Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana,
maka persoalan kitra sekarang adalah apaah wacana itu apakah cirri-cirnya,
bagaimana wujudnya dan bagaimana proses pembentukannya.
4.1. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga alam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan
bahasa yang lengkap, maka dalam waacana itu berarti terda[at konsep, gagasan,
pkiran, atau ide yang utuh yang bias dipaham oleh pembaca tanpa keraguan
apapun. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana
itu sudah terbina yang disebut kohesian yaitu adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut.
4.2. Alat Wacana
Untuk membuat waacana yang kohesif dan koherens tu dapat digunakan
pelbagai alat wacana baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa aspek
semantic atau gabungan antara dua aspek tersebut. Yaitu :
- Konjungsi yaitu
alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat. Dengan penggunaan
konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebuih eksplisit, dan akan menjadi lebih
jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
- Menggunakan kata
ganti dia, nya, mereka, ini dan itu. Sebagai rujukan anaforis.
- Menggunakan elipsis
yatu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalmat yang lain. Dan
penghilangan itu sendiri mnjadi alat penghubung kalimat didalam wacana itu.
Selain dengan
upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga dibuat
dengan bantuan pelbagai aspek semantic. Caranya antara lain dengan :
-
Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua
bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu.
-
Menggunakan hubungan generic – spesifik atau
sebaliknya.
-
Menggunakan hubungan perbandingan antara isi
kedua bagian kalimat atau isi antara dua buah kalmat dalam satu wacan.
-
Menggunakan hubungan sebab – akibat diantara isi
kedua bagian kalimat atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
-
Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah
wacana.
-
Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua
bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
4.3. Jenis Wacana
Berbagai jenis wacana dilihat sesuai dengan sudut pandang dari mana
wacana itu dilihat. Pertama dilihat adanya wacana lisan dan tulisan berkenaan
dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis.kemudian wacana prosa
dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian atau
dalam bentuk puitik.
4.4. Hierarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih
besar. Jadi, fonem membentuk morfem, lalu morfem akan membentuk kata, kemudian
kata akan membentuk frase, selanjutnya frase akan membentu klausa, sesudah itu
klausa akan membentuk kalimat, dan akhirnya kalimat akan membentuk wacana.
Kiranya urutan hierarki itu adalah urutan normal teoretis. Dalam praktek
berbahasa banyak factor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan. Kalau
dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada
jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah, maka
dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen
dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat di atasnya.
Sumber ;
·
Chaer,
Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta 2007.
Belum ada tanggapan untuk "SINTAKSIS"
Posting Komentar