Morfologi adalah cabang Linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk
kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Tapi pada tulisan ini kita akan membahas
tentang satuan bentuk bahasa terkecil yg mempunyai makna secara relatif stabil
dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yg lebih kecil yang disebut dengan
morfem
1. MORFEM
Konsep
morfem baru diperkenalkan oleh kaum strukturalis pada awal abad kedua puluh.
Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah Morfem atau bukan, kita harus
membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain.
Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk
lain, maka bentuk tersebut adalah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk
/kedua/ , dalam ujaran diatas. Ternyata bentuk /kedua/ dapat kita
banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut :
Kedua
Ketiga
Kelima
Ketujuh
Kedelapan
Kesembilan
Kesebelas
Ternyata juga semua bentuk ke pada daftar diatas
dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang
sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat.
A. Morf dan Alomorf
Sudah
disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang –ulang
dalam satuan bentuk yang lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk ini :
Melihat
Merasa
Membawa
Membantu
Mendengar
Menduda
Menyanyi
Menyikat
Menggali
Menggoda
Mengelas
Mengetik
Kita lihat
bentuk-bentuk yang mirip atau hampir sama, tetapi kita juga tahu bahwa maknanya
juga sama. Keenam bentuk tersebut adalah morfem, sebab meskipun maknanya sama
tetapi bentuknya tidak persis sama, tetapi perbedaannya dapat dijelaskan secara
fonologis.
Bentuk-bentuk
realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut alomorf. Dengan
perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret (didalam pertuturan) dari
sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentunya mempunyai alomorf, entah satu, entah
dua, atau juga enam buah seperti yang tampak pada data diatas.
B. Klasifikasi Morfem
Morfem-morfem
dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria.
Antara lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknanya, dan sebagainya.
Morfem
Bebas dan Morfem Terikat, adapun yang dimaksud dengan morfem bebas adalah
morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam
bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah,
dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Kita dapat menggunakan
morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan
morfem lain. Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang
tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua
afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Begitu juga dengan morfem
penanda jamak dalam bahasa Inggris merupakan morfem terikat.
Kemudian
ada morfem utuh dan morfem terbagi. Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi
berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut : apakah merupakan satu
kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena
disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang
terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
Morfem
segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti
morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud
bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem
yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi,
dan sebagainya.
Morfem
Beralomorf ZeroDalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem
beralomorf zero atau nol (lambangnya
berupa 0), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental
maupun berupa prosodi (unsure suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
Morfem
Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal, Yang dimaksud dengan
morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah
memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan
morfem lain. Sebaliknya morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna
apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya
dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan
morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-},
{me-}, dan {ter-}.
Morfem
Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)Istilah morfem dasar
biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-bentuk
seperti {juang}, {kucing}, dan {sikat} adalah morfem dasar. Istilah bentuk
dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk
yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk ini dapat berupa morfem
tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Istilah pangkal (stem)
digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses
pembubuhan afiks inflektif. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang
tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang
tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks
derivisionalnya ditanggalkan.
2.
PEMBENTUKAN KATA
Untuk
dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk
dasar terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentu lebih dulu
menjadi sebuah kata gramatikal, baikbaik melalui proses afiksasi reduplikasi
maupun komposisi. Kata-kata dalam bahasa-bahasa berefleksi, untuk dapat
digunakan dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan
kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Dewasa ini
bahasa-bahasa berfleksi yang ada didunia ini memang masih ada yang
mempertahankan bentuk-bentuk fleksinya dengan lengkap, tetapi banyak pula yang
bentuk fleksinya sudah tidak lengkap. Pembentukan kata secara inflektif seperti
dibicarakan di atas, tidak membentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda
identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya.hal ini berbeda dengan pembentukan
kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata secara derivative
membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata
dasarnya. Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab
meskipun kelasnya sama, tetapi maknanya tidak sama.
Proses
morfemis bias melalui beberapa tahap, yaitu melalui afiksasi, reduplikasi,
konposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intern. Afiksasi
adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau sebuah bentuk dasar.
Dalam proses ini terlibat unsur-unsur dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna
gramatikal yang dihasilkan, proses ini dapat bersifat inflektif atau pula
bersifat derivative. Sedangkan reduplikasi adalah proses morfemis yang
mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial),
maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya
reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari
dasar meja), reduplikasi sebagian seprti lelaki
(dari kata laki), dan reduplikasi
dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik
(dari dasar balik). Proses
reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat
derivasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal,
melainkan hanya member makna gramatikal. Selanjutnya adalah konversi atau
disebut juga konversi zero, transmutasi, dan transposisi. dimana konversi
adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa
perubahan unsure segmental. Sedangkan modifikasi internal (sering juga disebut
penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata
dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang
erkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Ada
sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi
perubahannya sangat ekstrem karena cirri-ciri bentuk dasar tidak atau hamper
tidak tampak lagi, bahkan boleh dikatakan bentuk dasar itu berubah total.
Pemendekan
adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi
sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.
Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Dalam berbagai kepustakaan,
hasil proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas penggalan, singkatan, dan
akronim. Yang dimaksud penggalan adalan kependekan berupa pengekalan satu atau
dua suku pertama dari bentuk yang dipendekan itu. Sedangkan singkatan adalah
hasil proses pemendekan. Kemudian akronim adalah hasil pemendekan yang berupa
kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Dalam bahasa Indonesia
pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa Indonesia
seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik
atau sangat pelik.
3.
PRODUKTIVITAS PROSES MORFEMIS
Yang
dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya
proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
Digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya, ada
kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau
paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya
tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif.
Lain halnya dengan derivasi, proses derivasi bersifat terbuka. Artinya, penutur
suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan proses tersebut. Namun perlu
diketahui, keproduktifan proses derivasi ini dan penambahan alternant-alternan
baru pada daftar derivesional, dibatasi oleh kaidah-kaidah yang sudah ada.
4.
MORFOFONEMIK
Morfofonemik,
disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa
berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi,
reduplikasi, maupun komposisi. Perubahan
fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud : pemunculan fonem,
pelepasan fonem, peluluhan fonem, berubahan fonem, dan pergeseran fonem.
Seperti tampak dari namanya, yang merupakan gabungan dari dua bidang studi
yaitu morfologi dan fonologi,atau morfologi dan fonemik, bidang kajian
morfologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran
morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian
ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul
dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Masalahmorfofonemik ini terdapat hamper pada semua bahasa yang
mengenal proses-proses morfologis.
Sumber;
·
Chaer,
Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta 2007.
http://id.wikipedia.org/wiki/Morfologi_%28linguistik%29
Belum ada tanggapan untuk "MORFOLOGI"
Posting Komentar