Perempuan itu tidak bergeming sedikitpun. Sang suami tidak bias melihat isyart kegundahan, sebab wajah istrinya berbalut duka yang disembunyikan. Walau demikiaan ia dengan jelas bias melihat deraian air mata yang menetes di kedua pipi, diantara dua celah jari jemari tangan. Menerpa gaun putih yang digunakan.
Dalam kutipan cerpen malam pengantin karya Taufik El Hakim diatas merupakan awal dari masalah ataupun latar belakang masalah yang nantinya memunculkan komflik-konflik yang membuat cerpen ini hidup. Penyusun melihat adanya unsur faksan ataupun marjinalisasi terhadap tokoh perempuaan yakni saunah oleh unsure unsure pembangun cerpen ini yang menyebabkan ia menangis, air matanya berderai karena terjadi kawin faksa yakni ibunya menjodohkannya dengan lelaki yang beliau pilih untuknya padahal ia sudah memiliki tambatan hati.
Kutipan yang lebih lugas lagi sebagai berikut:
Pernikan ini harus tetap berlangsung semata-mata untuk menyenangkan hati ibu, “jawab saunah.” Setiap kali aku meminta untuk menggagalkan pertunangan kita, aku melihat ibu sebagai sosok yang paling berduka.
Asal engkau tahu saja, satu-satunya harapan dan impian ibu hanyalah ingin melihatku brsanding dengan lelaki sepertimu. Aku pun luluh dan tidak berani menghancurkan keinginannya. Ia seorang perempuan tua yang sering sakit-sakitan. Allah maha tahu seberapa besar keinginanku untuk menyembunyikan rasa cintaku pada lelaki yang aku cintai. Dia juga tahu bagaimana aku berusaha menyadari bahwa masa lalu akan segera berakhir dengan pernikahan kita. Terkadang aku berpikir harus bisa mengesampingkan suara hati untuk menyambut panggilan akal. Tetapi dimalam ini semua terasa telah menumpuk. Semua sudah terjadi. Jiwaku memberontak seakan hendak menghancurkan semuanya. Aku tidak membohongi kata hatiku dan aku tidak rela harus menipumu. “saunah mengungkapkan isi hatinya diantara isak nangis”.
Dalam kutipan diatas sudah jelas bahwa perempuan kondisinya termarjinalkan dengan adanya kawin faksa oleh ibunya seperti pada kutipan pertama diatas . Saunah dipaksa nikah oleh ibunya karena faktor terntentu dari sosiol-kulturalnya, walaupun Saunah tidak mengetahui lelaki itu dan dia tidak mencintainya. Perempuan dalam cerpen ini Saunah dianggap sebagai tokoh feminis karena ada aspek yang tertindas dan menindas yalau tidak tampak secara real. Aspek yang tertindas ini sudah jalas Saunah, dan yang menindas ini adalah adat budaya lokal (sosio kultural) yakni kawin faksa/ di jodohkan oleh ibunya. latar pada cerpen ini kebanyakan penceritaannya pada malam hari sedangkan tempatnya tersebut yakni dikawasan kampung Abbasiyah. Saunah dalam karakter cerpen ini bukanlah sebagai tokoh feminis pendombrak emansipasi wanita ataupun tokoh penggerak yang reaktif seperti tokoh-tokoh/ karakter-karakter tokoh pada novel karya Indonesia seperti novel layar terkembang karya Sultan Takdir Alisabana, novel siti nurbaya karya Marah Rusli dll, yang notabene sebagai tokoh utama dalam cerita karakter pemikirannya bisa dilihat atau ditinjau dari berbagai perspektif.
Saunah dalam cerpen karya Taufik El-Hakim hanya sebagai tokoh perempuan biasa yang tertindas oleh budaya lokal (kawin faksa), seperti perempuan lainnya yang tidak bisa melawan/penggerak emansipasi wanita. Pada cerpen ini karakter Saunah hidup oleh tokoh kedua sebagai lawan pembicaranya, yakni seorang lelaki yang menikahinya, lelaki ini menurut Lucian Goldman sebagai hero,[1] yang dalam alur cerita ini menjadikan klimaks dan anti klimaks sebagai totonan yang menarik untuk disimak menurut penyusun mengapa tokoh lelaki atau saunah ini tidak disebutkan bisa jadi sebagai hero ia tidak benama ada imbuhan seorang pahlawan itu menolong tanpa tanda jasa, atau juga seorang lelaki ini seorang tokoh feminis dalam cerpen ini karena melihat penulis adalah seorang lelaki, lebih lanjut penyusun melihat dari sosiokultural keadaan wilayah arab pada umumnya yang memberi kebebebasan lelaki untuk bergerak dan perempuaan sangat dibatasi ruang lingkup pergerakannya. Penulis cerpen ini meminjam tokoh lelaki sebagai pengerak untuk menolong tokoh perempuaan (Saunah) yang termarjinalkan makanya di sebut Hero. Cerita Saunah hanya muncul diawal dan diakhir secara real dalam teks cerpen tresebut. ini membuktikan dominasi kaum lelaki masih kuat dan ini menjadi kritik sosial terhadap kultus dan kehidupan sosial masyarakat disana.
Sedangkan dari dialog antar tokoh dapat dilihat sebagai berikut:
Si lelaki tersandar kalau ia harus senantiasa memperlihatkan perangai buruk dihadapan ibu mertuanya. “apa? Aku harus keluar dan bergandengan tangan putrimu?” katanya dengan nada tinggi.
“memangnya kenapa? Apa salahnya? Bukankah sesuatu yang teramat indah kalau seorang suami memanjakan seorang istri?”
“itu katamu,” jawab si lelaki ketus.
“jangan begitu, anakku,”pinta sang ibu mertua.
“pokoknya aku tidak punya waktu”!
Bersamaan dengan itu ,wajah Saunah merah terbakar amarah. “tetapi engkau selalu meluangkan waktu untuk begadang semalaman hingga pulang larut malam?” timpal saunah kecewa.
“itu hakku1 apa urusanmu, apakah kau ingin mengaturku? Asalka engkau tahu saja, aku sama sekali tidak akan pernah keluar dan berjalan perempuan itu bersamamu. Sama sekali tidak!” lanjut si lelaki.
Serta merta saunah membalikkan tubuhnya dan berlari masuk ke kamar.sang ibu segera menyusul. Beberapa kali pintu kamar diketuk, tetapi tidak ada jawaban. Hatinya benar-benar terluka ibarat teriris sembilu.
Sementara si lelaki keluar begitu saja tanpa mengindahkan mereka berdua. Seperti tidak ada beban yang mesti ditanggung. Hebat! Ia benar-benar lihai bersandiwara, seperti seorang dramawan meninggalkan panggung. Bahkan saunah pun ikut terkecoh oleh sikapnya. Perempuan itu benar-benar merasa terpukul tanpa menyadari bahwa itu hanya sandiwara.
Ini merupakan puncak klimaks dari cerita/kuipan cerpen ini. Kita bisa melihat idologi Saunah sebagai tokoh utama dan Sang lelaki yakni suaminya sendiri sebagai tokoh kedua yakni yang menjadi lawan bicara/adegan dalam cerpen ini. Idologi atau pemikiran Saunah tidak terlalu spesial, sama seperti perempuan lainnya ia lebih mengedepankan perasaannya ketimbang akal sehatnya (rasional). Ia tidak sadar bahwa perkawinannya ini hanyalah sandiwara. Itu hanyalah sebuah ekting belaka dalam panggung sandiwara, Saunah sendiri yang meminta dan menanis tersendu untuk melakukan perjanjiaan sandiwara ini karena ia telah mempunyai tambatan hati. Akan tetapi ia malah terjebak dalam wacananya sendiri ia tidak sadar dengan merah padam mukanya dan berlari menuju pintu kamar dan menguncinya dari dalam secara rapat-rapat itu jelas membuktikan tipekal perempuaan/tokoh utama ini terjebak dengan wacana dan kelogisan yang ia bangun dari kesepakatan suaminya seharusnya ia bersikap proposional dan mengerti situasi dan kondisinya bahwa ia sedang bersandiwara di depan ibunya. Menginagt ia telah melakukan kesepakatan dengan suaminya itu.
Sedangkan si lelaki yang menjadi suaminya ini kelihatan sudah matang dan dewasa sekali melihat unurnya sudah 36 tahun. ia sudah siap lahir batin baik dalam berumahtangga dan mencari nafkah. Ia merupakan lelaki yang terhormat ia rela mengorbankan moral dan nama baiknya untuk wanita yang ia cintai. Kesehariaannya hidup ia pergi pagi hari dan pulang malam hari itu semua untuk menjatuhkan martabatnya didepan mertuanya, bahkan masyarakat, ia pada malam harinya selalu pergi kepesta-pesta bahkan pulang sampai tengah malam untuk menumbuhkan imej buruk pada dirinya terhadap mertuanya. Tapi si lelaki ini juga punya kelemahan yang sama juga dengan lelaki lainnya yakni egonya tinggi apalagi saat ia berhadapan dengan perempuaan (Saunah) seperti kutipan di bawah ini:
“Bukankah sudah kukatakan bahwa aku dapat melihat nasib dan keperuntunganku”
Kutipan itu diambil saat cerita pengundian siapa yang tidur ditempat tidur dan dilantai setelah malam pengantin mereka gagal/tertunda, terus mereka melakukan kesepakatan untuk bersandiwara didepan ibunya supaya dengan harap ibu saunah benci dan menyuruh saunah untuk minta talak. Saunalah yang menang dan lelaki itu bersikap seperti orang yang terhormat dan bijaksana padahal ada kekesalan yang tersirat dalam dadanya. Terus yang paling menarik adalah ada tidak kekerasan dalam cerita ini, yang menyebabkan tokoh perempuan termarginalkan. menurut hemat penyusun ada yakni dengan seenaknya si lelaki itu memarahi ibunya dengan sepontan dan membentak dia didepan Saunah, kendati itu hanya sandiwara penyusun melihatnya itu sebagai kekerasan psikis pada Saunah yang dilakukan oleh suaminya itu. Kalau ia ingin melihatkan kejelekannya marahi saja ibunya bukan didepan Saunah. Ia si lelaki tidak sadar mungkin karena egonya yang tinggi dan tidak sabaran bahwa setiap wanita akan luluh ketika ia berhadapan dengan ibunya bahkan kaum adam pun demikiaan.
Terus faktor ada faktor lain yang menurut penulis mengapa tokoh utama saunah ini termarjinalkan, coba lihat kutipan teks dibawah ini:
“Kutahu engkau tidak bisa memaafkan diriku. “Kata saunah.” Dan barangkali engkau memberikanku hukuman. Tapi percayalah bahwa cintaku kepada lelaki itu hanyalah cinta monyet, cinta anak ingusan. Kami belum mengenal hakikat cinta sesungguhnya. Aku tidak sepenuhnya berbohong. Tetapi aku percaya bahwa engkau dapat memahami keadaanku.”
Inilah faktor lain tersebut yang penulis maksud. Tokoh saunah ini kendati usianya cukup matang untuk menikah dalam teks itu usianya sepuluh tahun lebih muda dari dia. ketika ia bandingkan dengan cinta monyetnya Saunah. Tetapi Saunah sendiri belum dewasa/matang dalam berumahtangga dan ini yang menjadi riskan dan masalah lain bermunculan dalam cerpen ini, mungkin in faktor pendidikan perempuaan yang lemah yang ditonjolkan Taufik El Hakim ini sebagai keritik sosial pada pemerintahan/masyarakat pada umumnya. masalah pendidikan perempuaan perlu di perhatikan apalagi saat ia akan menikah minimal ia akan jadi pemimpin untuk anak-anaknya kelak dalam keluarganaya, terus sosioultural dengan masyarakat harus dibangun dan dijaga perempuaan yang baik menurut daerah dan kebudayaan itu bagaimana itu jua perlu diperhatikan dan ujung-ujungnya menurut hemat penulis berpangkal dari pendidikan perempuaan tersebut secara totalitas tetapi di presfektif lain penyusun melihat bahwa ada suatu keberaniaan yang muncul ketika saat terakhir cerpen ini ia mengungkapkan segala keluh kesahnya ketika sang lelaki yakni tokoh kedua dalam cerpen ini akan menceraikannya ia memberanikan diri dan itu butuh kekuatan/ mental yang kuat bagi seorang perempuaan ketika mendapatkan marjinalisasi dari berbagai prespektif tadi maka penyusun rasa bahwa saunah merupakan tokoh feminis dalam cerpen karya taufik el hakim ini dengan hapi ending karena perjuangan saunah yang memberanikan diri untuk berterusterang bahwa ia mengatakan cinta pada sang lelaki yang menjadi suaminya dan saya rasa penulis cocok memberikan judul pada cerpen ini dengan judul rahasia malam pengantin karena alur dan kisah secara totalitas mencakup makna konteks yang memunculkan tema percintaan klasik yang menarik.
penyusun dalam mentelaah karya Taufik El Hakim ini melihat adanya terjadi ambivalensi watak, idiologi tokoh feminis yakni Saunah. Dalam berjalannya roda waktu saunah yang semulanya membenci sang suami akhirnya aia jatuh hati juga padanya. ambivalensi meupakan sikap mendua atau keterfihakan mendua tetapi dalam fresfektif feminis yang fenulis maksud ialah idiolgi yang mendua dan tak tentu diauatu sisi ia memihah terjadinya marginalisasi tersebut dengan unsur kawin faksa tadi oleh ibunya karena alasan ia sangat sayang sedangkan ia tidak menyetujui pernikahan itu dan menghormati sosok ibunya dan disisi lain ia dengan berjalannya waktu tadi dan seringnya mereka bertemu dalam satu atap ia jatuh hati pada sosok lelaki yang di katakan suaminya tadi dan melupakan cinta monyetnya dan ini merupakan suatu keberanian tersendiri ketika seorang perempuaan (Saunah) mengungkapkan segala keluh kesahnya yang tersimpan dalam dada dan di eksplor kepada lelalki yang ia centainya dan saya rasa ia cocok menjadi okoh feminis kalau melihat dari fresfektif yang saya paparkan diatas. akhi
Belum ada tanggapan untuk "Mengenal Analisis Presfektif Feminis"
Posting Komentar