Pada tulisan kali ini penulis akan memulainya dengan sebuah pribahasa Arab sebagai berikut yakni: الادب هومرأة الحياة
Al- adab hua miratul hayya yang artinya, adab adalah cerminan kehidupan. Kata adab dalam bahasa Arab sulit sekali dicari padanan katanya yang pas, ada yang memberikan definisi dengan kata tsaqofah, ada yang menjelaskannya dengan kata hadhorah, tamaddun, ada juga yang mendifinisikannya dengan kata madaniyah. Itu semua memang benar tapi pada tulisan ini penulis akan menjelaskan kata adab secara global, ditinjau dari presfektif historisnya dari awal munculnya pada masa jahili yakni masa sebelum Islam datang sampai priodesasinya di masa dinasti umayyah. Dalam pribahasa tadi kata adab mempunyai arti cerminan kehidupan bangsa Arab pada masa itu, baik itu secara individu dalam kelompok masyarakat, ataupun suatu kelompok masyarakat yang menciptakan, suku-suku, bangsa-bangsa, bahasa yang berbeda dan kondisi sosial masyarakat terhadap suatu fakta kehidupan bangsa Arab waktu itu.
Adab merupakan sebuah kata yang artinya berkembang sejalan dengan kehidupan bangsa arab yang mulai tumbuh berkembang dari fase badui menuju fase yang bertamadud dan berperadaban. Melihat dari preodesasinya kata adab berkembang pada masa sebelum Islam atau lebih dikenal dengan masa Jahili, pada masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin dan Dinasti Umayyah.
Pada masa jahili atau masa sebelum Islam yakni pada tahun 500M atau lebih tepatnya 150 th sebelum hijriyah. Bangsa Arab pada masa itu memberikan makna kata adab dengan undangan untuk menyantap makanan (jamuan makan). Pemberian makna tersebut sebagaimana perkataan Thorofah bin Al-Abd berikut ini:
نحن فى المشتاةندعوالجفلى لاترى الادب فينا ينتقر
Artinya: pada musim paceklik kita mengundang orang-orang kedalam jamuaan makan, kamu tidak bisa melihat para penjamu dari kalangan kita memilih orang mengundang.
Ini merupakan sebuah tradisi yang hebat yang melekat pada masyarakat Arab pada masa itu, juga suatu perbuatan yang terpuji mempunyai nilai solidaritas dan moralitas yang sangat tinggi. Menurut penulis secara mendasar tradisi semacam itu akan mendorong antara sesama masyarakat baik ia sebagai individu atau kelompok/kabilah untuk menumbuhkan sikap saling menghormati satu sama lainnya, saling menghargai, toleransi dan memuliakan para tamunya kemudian menjamunya dengan berbagai hidangan yang tersedia.
Menginjak pada masa Islam yakni pada masa Rasululah SAW, Khulafaurashidin dan sampai pada Dinasti Ummayyah. Kata adab pada masa ini terutama masa Rasulullah mengalami pergeseran yang tidak jauh dari masa jahiliah yakni mempunyai arti Akhlak atau budi pekerti dan mencakup makna memberikan pendidikan atau pelajaran, begitu juga pada masa Khulaurashidin sampai masa Dinasti Ummayyah. Ini dinisbatkan dari sabda Rasuluallah SAW:
أدبنى ربى فأحسن تأديبى
Artinya: Tuhanku telah mendidik akhlaku sehingga ahlakku menjadi baik.
Selanjutnya riwayat lain menyatakan:
اء ن هذا القران مأدبة الله فى الأرض فتعلموا من مأدبته
Sesungguhnya al-Quran merupakan sumber peradaban Allah di muka bumi ini, oleh karena itu belajarlah kalian pada sumber peradabannya.
Dalam konteks ini al-Qur'an merupakan jamuan spiritual (ma'dubah) yang
terbaik bagi ummat manusia. Maka para ulama terdahulu mengartikan adab sebagai
ilmu, ta'dib adalah pendidikan atau pananaman ilmu dan konsekuensi terkati
seperti iman, amal, dan akhlak. Ta'dib adalah usaha pengkaderan manusia-manusia
beradab, yaitu manusia yang mempunyai ilmu dan mempunyai moralitas yang tinggi
atau manusia-manusia yang ilmunya disertai amal dan sebaliknya. Manusia beradab
adalah individu yang dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan kedudukan dan
tempatnya; individu yang dapat menempatkan kedudukan dirinya dihadapan
Penciptanya dan dikalangan masyarakatnya.
Dari hadist diatas sudah jelas bahwa Al-Quran merupakan sumber peradabaan Islam yang menekankan pada aspek pengajaran moralitas. Perlu di ingat bahwa diutusnya nabi itu sebagai makarimal akhlak dan sudah jadi tugas beliau untuk memberikan pelajaran/ pendidikan akhlak yang baik mengingat tabia’at akhlak pada masa jahili itu kasar, keras suka menghina dan saling memeperolok tiap individu satu sama lain, bahkan tiap kelompok/kabilah saling mengejek maka pada masa itu ada puisi hija’ khusus untuk mengejek kaum ke kaum lewat perwakilan penyair tiap kaum (kabilah) tidak sedikit berakhir ricuh dan perang antar kabilah ada juga puisi Fakher yang membanggakan/menyombongkan diri atau kabilahnya tadi terhadap yang lainnya. Maka dari itulah Islam melalui risalah nubuwah memperbaiki, meluruskannya pada jalan yang benar dan Al-Quran dengan Al-Hadist dipandang sebagai kritik sosial terhadap kebudayaan jahili yang mempunyai nilai kebudayaan tinggi.
Masa jahili bukanlah masa yang bodoh seperti kita kira. Kata jahili merupakan gelar/kata yang dinisbatkan dan diberikan kepada orang-orang Arab terdahulu sebelum datangnya Islam oleh Rasululah SAW yang mempunyai pringai/budi pekerti yang buruk. Pada masa ini sudah tumbuh kebudayaan yang tinggi yakni tradisi bersyairnya orang Arab. Syair pada masa ini menjadi ilmu pengetahuaan bahkan hukum bagi kehidupan mereka. Setiap setahun sekali diadakan perlombaan membaca syair di pasar ukadz yang di ketuai sekaligus jadi dewan juri disana oleh penyair jahili kondang yang bernama Nabigoh Adzibyani. Orang yang menang dalam perlombaan membaca dan menulis puisi ini, syairnya akan digantung di dinding ka’bah yang disebut Mua’llaqot dan mendapatkan penghormatan yang besar dari setiap orang, kabilah-kabilah ataupun semua lapisan masyarakat yang ada pada umumnya. Tidak hanya itu syairnya akan ditulis dengan tinta emas yang disebut muzahabah. Besar sekali minat bangsa Arab jahili pada syair sehingga ada yang berpendapat bahwa syair merupakan rekaman sejarah bangsa Arab, ini berarti betapa pentingnya syair pada masa itu, sehingga bukti sejarah mereka didapati dari syair-syair dan mereka mempunya peradaban yang tinggi pada masa itu.
Pada masa Khulafaurashidin khalifah Umar bin Khatab pernah berkata kepada anaknya: wahai anakku nisbatkanlah (hubungan silsilah keluargamu) dan hafalkanlah syair-syair indah niscaya lembutlah budi pekertimu. Pada masa Ummayyah kata adab menjadi mempunyai makna pengajaran yang baik melalui puisi-puisi Arab, Khutbah ( pidato ataupun orasi) juga seni menulis surat menyurat (Marosil) dalam tatanan administrasi nantinya, tetapi puisi masih yang menjadi perhatiaan utama, penting ataupun pusat/sentral terbesar dalam peradaban seperti perkataan Muawiyyah bin Abi Sofyan berkata: jadikanlah puisi (syair) oleh kalian sebagai pusat perhatiaan terbesar dan sebagai budi pekerti kalian sesungguhnya di dalamnya terdapat peninggalan dari para leluhur kalian dan tempat-tempat kalian mencari bimbingan.
Jadi kata adab merupakan penjelasan terhadap karya-karya bangsa Arab terutama puisi yang menjadi buah hasil pemikiran bangsa Arab yang orisinil. Didalamnya terdapat ajaran kehidupan yang baik dan mendorong orang-orang untuk untuk berbuat baik dan mempunyai watak yang terpuji sebagai cerminan kehidupan mereka. Juga menghindarkan mereka dari sikap tercela yang jauh dari nilai-nilai yang terdapat dalam Al-Quran. Bahkan ada yang mengatakan bahwa puisi Arab itu menjadi sumber hukum ketiga setelah Al-Quran dan Al-Hadist. Sebelum kedatangan Islam ia menjadi sumber yang pertama sebagaimana yang penulis paparkan diatas tadi. Puisi bagi bangsa Arab menjadi pola berpikir yang khas, berekspresi, dan sebuah karya orisinil yang di aktualisasikan melalui tindakan-tindakan baik sebagai warisan dari nenek moyang mereka. Disamping itu puisi juga menjadi panutan dan model bagi kehidupan mereka. Ini sejalan dengan agama Islam terhadap tradisi Rasul yang menjadi suri tauladan bagi semua umat manusia, pada khususnya bangsa arab yang notabene negara dan masyarakatnya memeluk agama islam sebagai
rahmatan lil a'lamin.
Daftar Pustaka
Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin. 1983. Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya: PT Bina Ilmu.
Al-Zauzini, Ahmad Ibn Al-Husain. Syarh Al-Muallaqot Al-Sabng’u. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss.
H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press.
Khairan Nahdiyyin. 2007. Adonis Arkeologi Sejarah-Pemikiran Arab-Islam Terjemahan; Ats-Tsabit wa al-Mutahawwil; Bahts fi Al-Ibda wa Al-Itba ‘Inda Al-Arab. Yogyakarta: LKIS
Zainula’bidin, Abdul Qadir. 1979. Mudzakirah fi Tarihi Al-Adabi Al-Arabi. Kuala lumpur Malaysia:
Belum ada tanggapan untuk " Sejarah Makna Kata Adab"
Posting Komentar