Dari berbagai sumber yang penulis dapat semua sepakat bahwa asal muasal Valentine days berawal dari peristiwa sejarah yang dimulai ketika bangsa Romawi terdahulu memperingati suatu even besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Peringatan even ini dirayakan untuk menghormati Juno (Dewi Wanita) dan Perkawinan, serta Pah (Dewa dari Alam). pada waktu itu digambarkan orang-orang muda (laki-laki dan perempuan) memilih pasangannya secara diundi seperti main lotre, kemudian mereka bertukar hadiah sebagai pernyataan cinta kasih. Dengan diikuti berbagai macam pesta dan hura-hura bersama pasangannya masing-masing. Perayaan ini merupakan rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari.
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” termaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda. Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998). Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya.
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, tulis Ken Sweiger jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”. Dalam Islam hal ini tentu termasuk Syirik, artinya menyekutukan Allah. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah, adalah putra Nimrod, the hunter (dewa Matahari). Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Menyikapi Valentine’s Day
Sejarah Valentine di atas menjelaskan kepada kita apa dan bagaimana Valentine’s Day itu, yang tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan kasih sayang. Lalu kenapa kita masih juga menyambut hari valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat kebiasaan? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya? Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja putra-putri muslim yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain yang patut kita luruskan sebagai insan akademis yang minimal tau latarbelakangnya dan minal kita bisa menjelaskan kepada keluaraga, kakak, adik kit yang masih awam dengan buadaya barat yang melejit bak halilintar yang mencambuk mangsanya.
Dari paparan di atas kita tahu bahwa kisah cinta Valentine ini merupakan kisah cinta milik kalangan Kristen dan sama sekali tidak memiliki benang merah budaya dan peradaban dengan Islam. Namun, mengapa remaja-remaja Muslim ikut larut dan merayakannya? Ada beberapa jawaban yang bisa kita berikan terhadap pertanyaan tersebut.
Pertama, kalangan remaja Muslim tidak tahu latar belakang sejarah Valentine's Day, sehingga mereka tidak merasa risih untuk mengikutinya. Dengan kata lain, remaja Muslim banyak yang memiliki kesadaran sejarah yang rendah dan ini menjadi masalah yang urgen sekali, dan harus diselesaikan secara bersama karena sudah jadi tradisi negara kita untuk ikut-ikutan dengan budaya negara lain tnpa bisa menyaringya terlebih dahulu, mana baik dan benarnya yang relevan dengan kondisi banyak remaja saat ini baik moralnya, pendidikannya, agamanya, sosial budayanya dan yang lainnya.
Kedua, adanya anggapan bahwa Valentine's Day sama sekali tidak memiliki muatan agama dan hanya bersifat budaya global yang mau tidak mau harus diserap oleh siapa saja. Ini merupakan lemahnya analisis kita dalam membaca misi dari kristenisasi atau penyeranagn budaya lain yang masuk kepada budaya kita dan yang diserang adalah para remaja yang notabene masih polos seperti secangkir gelas kosong yang tidak ada isi dan isinya tergantung siapa yang mengisi, itu harus jadi catatan jangan sampai kita menyesal di akhir kemudian karena generasi yang akan menjadi penerus bangsa dan agama kita telah dicengkoki oleh westerenisasi dan kita harus sadar bahwa godzul fikri itu nyata, mau tidak mau kita harus punya benteng pertahanan dan bisa mengselaraskannya kepada semua halayak akan pentingnya hal itu.
Ketiga, keroposnya benteng pertahanan relijius remaja Muslim sehingga tidak mampu lagi menyaring budaya dan peradaban yang seharusnya mereka "lawan" dengan keras.yang sebagai mana yang penulis paparkan diatas benteng terkuat kita adalah IMTAK dan pengetahuan yang mempuni yang harus diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan penuh tanggungjawab tinggi bukan nya sikap acuh tak acuh karena ada kepentingan kelompok/ organisasi ataupu kepentingan individu seharusnya jadi ini kepentingan bersama, NOT FOE ME NOT FOR YOU BUT FOR US itu yang perlu dicatat dalam benak kita semua.
Keempat, adanya perasaan loss of identity kalangan remaja Muslim sehingga mereka mencari identitas lain sebagai pemuas keinginan yang mendapat identitas global. Loss identity disini yang penuis maksud adalah pada masa remaja ini adalah masa fuberitas yakni masa dimana serba ingin taunya tinggi atau pencariaan menuju identitas yang sangat mendalam. Menurut Prof Dr Dadang Hawariyi masa pubertas adalah masa yang paling menentukan akan kemana generasi bangsa ini akan dibawa perlu dukungan moril atupun edukasi dari pihak intelnal itu sendiri, baik keluarga ataupun sahabatnya yang terdekat dan ekstrnal dari masyarakat terutama tokoh masyarakat baik para ulama pembesar negri dan sebagainya.
Kelima, hanya mengikuti tren yang sedang berkembang agar tidak disebut ketinggalan zaman. Ini yang menjadi PR besar kita untuk bisa menjelaskannya dengan baik supaya kita bisa menyaring dan memilah milih mana budaya yang relevan untuk remaja saat ini supaya kalau orang lain masuk ke jurang kita tidak ikut ikutan, menjadi generasi ikut-ikutan tren tanpa atau apa yang terjadi dibalik itu semua. itu sangat ironis sekali
Keenam, adanya pergaulan bebas yang kian tak terbendung dan terjadinya seks bebas yang semakin ganas. baik itu jalaurnya melalui dunia komunikasi elektronik maupun visuaal yang kali ini lagi tren. kita harus bisa menjadi sharing fatner yang baik dan bisa adil menempatkan sesuatu pada tempatnya ketika menghadapi para remaja yang mau tumbuh ini.
Mungkin masih ada deretan jawaban lain yang bisa diberikan terhadapa pertanyaan di atas. Mungkin begitulah paparan penulis. Maaf apa bila banyak kesalahan. Wassalam.
dari berbagai sumber
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Valentine’s Day dan Pandangan Islam"
Posting Komentar