1.
KONFIDENSI-DIRI KADER
Konfidensi-diri[1]
adalah makna general (positif) tentang kemampuan orang dalam meraih apa yang
perlu dicapai. Ini berisi beberapa sub-elemen. Self-esteem adalah kepedulian positif ke kemampuan diri sendiri
dalam hal ini kader dan orang lain dalam sebuah nalar umum. Self-esteem yang baik bisa membantu
selama fase pembelajaran yang canggung, fase pembentukan pola pikir, pola
tingkah dan pola laku diri kader.
sebelum penguasaan pengetahuan, ilmu, karakter dan skill baru. Self-efficacy adalah keyakinan bahwa
orang memiliki kemampuan spesifik yang dibutuhkan atau kemampuan untuk
bekerjasama dengan orang lain yang memiliki kemampuan tersebut. Ini adalah
aspek konfidensi-diri yang banyak dipengaruhi oleh pelatihan, pengalaman,
penelitiaan dan kerja-kerja kemanusian. Keyakinan Self-efficacy membantu kader dalam mentukan idealism perjungannya
berorganisasi dan kemampuan berinteraksi sosial secara konfiden serta melakukan
trasformasi social dalam membumikan kejuangan HMI[2].
Aspek
lain dari self-efficacy adalah
pembawaan lahir (innate). Ini adalah
perasaan bahwa aksi seorang kader HMI akan menghasilkan perbedaan, bukan
memiliki sikap yang lebih fatalistik (Rotter, 1966; Miller, Kets de Vries, dan
Toulouse, 1982). Ini berarti bahwa orang kader dengan self-efficacy tinggi cenderung lebih optimis dengan nasibnya sendiri.
Mempunyai social control dan perubaan kearah yang lebih baik. Seperti yang
dikatakan Virgil, “Mereka bisa menguasai siapa saya yang diyakini bisa dikuasai
dan membawa pembaharuan”. Konfidensi-diri berhubungan dengan keberanian kader
dengan menegukan nilai-nilai kejuangan HMI dalam rangka mencapai tujuan mission[3]
organisasi (bisa dimasukkan ke konsep konfidensi, tapi juga bisa berdiri
terpisah). Tanpa konfidensi-diri, keberanian juga tidak ada, dan tanpa
keberanian kader HMI untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan HMI maka
HMI tak akan ada.
Konfidensi-diri dianggap penting karena ini
memberikan nalar bagi diri kader sendiri, anggota, pengurus dan orang lain
disekitarnya, bahwa segala sesuatu telah dikontrol, dan arah yang tepat telah
dibuat. Ini membantu kader menjadi
leader untuk mendorong diri sendiri dan orang lain untuk melakukan tugas-tugas
kemanusian, menetapkan harapan lebih tinggi, membuat keputusan krisis secara
lebih konfiden, dan merencanakan perubahan dengan lebih pasti dalam mencapai
tujuan mission HMI. Leader karismatik adalah yang cakap dalam meningkatkan
konfidensi-diri orang lain (House, 1977; Shamir, House dan Arthur, 1993).
Beberapa tingkatan konfidensi-diri dan setidaknya façade yang bisa dilewati
adalah yang dibutuhkan untuk banyak sifat lain – khususnya ketegasan,
resiliensi, energi dan kemauan memikul tanggungjawab. Di lain pihak, kurangnya
konfidensi-diri bisa menimbulkan kurangnya aktivitas, ada kebimbangan,
defensivitas, paranoia (ketakutan) dan over-hati-hati.
Dalam studi kasus pada HMI komisariat Adab
konfidensi diri harus dibangun, dipupuk dan dibina agar aspek negatif dari
kekuranan sifat konsidensi diri kader
bisa teratasi. Pengamatan dari para MPKPK dan pengurus komisariat konfidensi
kader kertika berorganisasi sangat kuat dan solid ketika awal kepengurusan,
akan tetapi pada pertengahan menjadi lemah dikarnakan berbagai masalah baik
individu anggota maupun organisasi yang kompleks meskipun pada akirnya PJ bisa
menyelesaikan kepengurusan dengan cukup baik. Penelitian Howard dan Bray (1988)
menunjukkan bahwa konfidensi-diri dipertengahan kepengurusan suatu organisasi adalah
sebuah indikator kuat dari kesuksesan jangka panjang. Melihat HMI Komisariat
Adab yang hampir dua tahun kepengurusannya, banyak pengurus selalu konfiden
kalau tidak dikatakan ekstra konfiden diawal kepengurusannya, tapi kemudian
terjadi kejumudan dan kejenuhan dipertengahan kepengurusannya yang menyebabkan
kekosongan kegiatan. Beberapa pengamat dalam studi mengatakan bahwa kurangnya
konfidensi-diri bukanlah sepenuhnya negatif. Kurang konfidensi-diri malah
membantu orang untuk lebih inklusif dan berpikir sebelum bertindak, dan
mendorong mereka untuk lebih fleksibel.
Aspek negatif dari konfidensi-diri yang
berlebihan ternyata besar. Beberapa masalah yang muncul akibat over-konfidens
adalah kurangnya kehati-hatian, manajemen beroranisasi, dan arogansi. Konfidensi
yang eksesif (berlebih) malah menunjukkan kesalahan dan pengambilan resiko yang
buruk akibat kekurangmauan memeriksa. Ini juga menimbulkan manajemen organisasi
ketika leader berpikir bahwa skillnya adalah tinggi dan karena itu, mereka
harus melakukan atau mengawasi semua tugas penting secara personal. Bahkan
ketika skill leader adalah memang tinggi, ini malah mencekik inisiatif dan
pembelajaran bawahan. Terakhir, konfidensi-diri yang terlalu banyak bisa
dianggap sebagai arogansi ketika ide, persepsi dan pertimbangan orang lain
tidak dipedulikan.
v Panduan
1.
Menilai kekuatan dan kelemahan personal kader
agar bisa menindaklanjutinya. Karena kurangnya
konfidensi-diri disebabkan oleh defisiensi
skill, maka penting untuk tahu apa yang dimaksud dengan defisiensi. Penting
juga untuk mengetahui kekuatannya.
2.
Mencari pelatihan atau pengalaman untuk menutup
kurangnya skill atau pengetahuan. Pelatihan, pengalaman dan
praktek secara signifikan bisa meningkatkan efektivitas dan konfidensi-diri.
3.
Mempraktekkan self-talk
positif dan visualisasi positif. Kita sering ingin memiliki seorang pelatih
positif, tapi ini jarang terjadi. Karena itu, kita harus melatih diri sendiri
dan mendorong diri sendiri. Orang dengan konfidensi-diri rendah sering secara
mental membayangkan hasil negatif dan mempraktekkan keraguan diri. Self-talk
positif adalah antidot sehat bagi sikap negatif tersebut. Akan lebih baik bila
ini ditambahkan visualisasi hasil positif (self-leadership dari Manz dan Sims,
1980, 1987).
2.
MEMBANGUN KONFIDENSI-DIRI KADER DALAM BER-HMI:
IKTIAR MEWUJUDKAN KADER BERKUALITAS LIMA INSAN CITA
Berpijak
pada rapat internal pembahasan RAK ke 47 HMI Komisariat Adab yang di adakan
oleh PJ pengurus HMI Komisariat Adab bersama MPKPK, alhamdulilah arah
perjuangan ini bisa tersusun. Ide dan gagasan ini muncul dari berbagai kegelisahan akan permasalahan
organisasi tentang situasi dan kondisi di HMI Komisariat Adab. Problematika pengurus
HMI Adab sangat fleksibel mulai dari masalah akut kejumudan berorganisasi,
ketidak aktifan, naik turunya militansi kader, tidak adanya eksistensi kader di
kampus, dan minimnya kualitas intelektual kader dalam Ber-HMI dan bidang ke
keilmuannya. Perlu adanya formulasi-formulasi yang solutif untuk menghantarkan
berbagai permasalahan internal kepengurusan tersebut supaya tidak menular
kepada kader-kader lain.
Hal
ini menjadi pertimbangan kita bersama dalam merumuskan arah perjuangan ini,
upaya untuk menyegarkan pengkaderan HMI Komisariat Adab dalam terciptanya
suasana berorganisasi yang masif sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan kader
dalam berjuang di Himpunan ini. Di samping itu semangat Girah ber-HMI kader
baru harus dijaga melalui kontrol kepengurusan yang solid, Girah ber-HMI harus menciptakan
konfidensi-diri kader dan siap menjadi kader yang mempunyai wawasan lima kualitas
insan cita. Kader yang memiliki konfidensi-diri dia harus berani dan bangga
akan kepribadianya sebagai kader HMI Komisariat Adab. Serta dibekali ilmu
pengetahuan dan wawasan luas dalam melihat fenomena social yang ada dan
melakukan kerja-kerja kemanusian dalam merespon fenomena-fenomena social
tersebut dalam bentuk program kerja. Kader komisariat adab haruslah memiliki
konfidensi-diri dalam ber-HMI dan memiliki keterpaduan antara aspek iman, ilmu
dan amal.
Konfidensi
diri untuk mewujudkan lima kualitas insan cita adalah hal yang harus ada dalam
lingkup HMI Komisariat Adab, karena keberadaan Komisariat Adab adalah wujud
dari eksistensi kader sebagai insan pelopor, inovator, pembina, pendidik, serta
pengarah kader- kader baru untuk mereproduksi ilmu dan pengetahuan serta soft
skill yang menjadi spesifikasi keilmuannya sejak awalnya. Sehingga doktrin
keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan yang ditanamkan kepada para kader
menjadi nafas dalam mengembangkan potensi keilmuan dan skill yang digali dalam
bentuk proram kerja kepengurusan yang ada. sudah seharusnya menjadi landasan
bagi kader- kader penerus yang memegang amanah untuk menjalankan estapeta
kepemimpinan Komisariat Adab. Seorang kader harus siap dipimpin, memimpin orang
lain dan memimpin diri sendiri.
Bila
dilihat secara kasat mata permasalahan HMI Komisariat Adab adalah kurangnya
konfidensi-diri kader dalam ber-HMI, kader malu menunjukan identitasnya sebagai
anggota HMI, dan cendrung menutup diri serta menyembunyikan identitas
kehmiaannya. Kurangnya konfidensi-diri ini menyebabkan militansinya dalam
berorganisasi menjadi menurun dan lambat laun girah ber-hminya akan pudar.
Kader HMI Komisariat Adab hanya militan sebagai mahasiswa dalam mengerjakan
tugas kuliah dan mengenyampikan bahkan mungkin melupakan tugas-tugasnya sebagai
anggota HMI, apalagi ditanya tanggungjawabnya sebagai pengurus Komisariat Adab.
Melihat gejala permasalahan tersebut dan beberapa masalah akut kejumudan
berorganisasi, naik turunnya militansi kader, dan minimnya kualitas intelektual
kader dalam Ber-HMI dan bidang ke keilmuannya, ini menjadi tanggungjawab
bersama kader HMI Komisariat Adab dalam meretas problematika komisariat
tersebut . kader HMI Komisariat Adab harus sadar bahwa Komisariat adalah ujung
tombak dan jantungnya perkaderan HMI, karena komisariatlah yang paling berperan
terhadap perkaderan baik berupa siklus perkaderan itu sendiri maupun pembinaan
terhadap kader- kader baru, anggota dan Pengurus. Pengurus komisariatlah yang
berperan mendampingi kader baru serta menambahkan kualitas maupun kuantitas
kader dengan pengelolaan manajemen berorganisasi dalam kepengurusannya, dan
pola pembinaan yang masif.
Proses
kaderisasi HMI Komisariat Adab harus lebih memungkinkan untuk melakukan
reproduksi pengetahuan, penambahan soft skill dan pengelolaan management masif
dalam berorganisasi. Karena banyak ide- ide cerdas, kreatif dan solutif lahir
dari proses kaderisasi tersebut, komisariat sebagai pusat pengetahuan sudah
semestinya mengakomodir kebutuhan intelektualitas kader dibidang ilmu
pengetahuan yang ditekuninya. Membentuk limited grup, berdiskusi berkala,
menulis di majalah progress memungkinkan juga untuk menempatkan komisariat
sebagai pusat pengetahuan bagi kader. Kader yang dibina dan diarahkan pada
pengelolaan pengetahuan yang mereka tekuni, serta mereka dapat menekuninya dan
mengembankan soft skill sebagai dasar atau bekal pengetahuan dan keilmuan nanti
dalam masyarakat. Hal tersebut berkaitan erat dengan keseriusan untuk merubah
keadaan dan memaksimalkan komisariat sebagai tonggak perkaderan, bukan hanya
dari segi kuantitas tetapi dari segi kualitas yang terpenting. Peran sentral
pengurus yang seharusnya menjadi motivator dan inspirator bagi setiap anggota
serta kader baru sangat dibutukan, begitu juga peran MPKPK harus bisa maksimal
sebagai majelis konsultasi dalam memberi saran, arahan serta masukan bagi
pengurus dalam meretas problematika komisariat.
Kader
HMI Komisariat Adab haruslah mereka berkualitas dan mempunyai nilai lebih dari
mahasiswa lainnya. sebagai mahasiswa
mereka terampil atau ahli dalam bidang keimuannya. Sebagai kader mereka memiliki kesadaran untuk berlatih dan mengembangkan
potensi pribadinya guna menyongsong masa depan umat, peradaban, Negara, bangsa Indonesia. Sebagai pejuang mereka ikhlas, bersedia berbuat
dan berkorban guna mencapai cita-cita umat islam dalam menopang peradaban dan
kemajuan bangsa Indonesia kini dan mendatang. Inilah yang menjadi landasan
kaderisasi pendidikan di lingkungan HMI. Komisariat Adab haruslah membina kader
dengan wawasan keilmuan yang menopang peradaban dan wawasan kepemimpinan sesuai
fungsi dan peranannya.
Berarti
kegiatan HMI komisariat Adab merupakan pendidikan kader (kaderisasi) dengan
sasaran anggota-anggota HMI komisariat Adab dalam hal: (A) watak dan
kepribadiaannya yaitu dengan memberikan kesadaran agama, akhlak dan watak
yang menjelma menjadi individu yang beriman, berakhlak luhur,memiliki watak
ontektik serta memiliki pengabdiaan dalam arti hakiki. (B) kemampuan
keilmuan yang luas. Yaitu dengan membina anggota sehingga memiliki
keilmuaan dan pengetahuan serta kecerdasan dan kebijaksanaan. Seorang kader HMI
Komisariat Adab dituntut sebagai intelektual yang berkualitas insan cita, tidak
hanya pakar pada bidang keilmuannya akan tetapi ia akan memperluas cakrawala
keilmuannya ditambah dengan kecerdasan dan kebijaksanan karena sadar sebagai
hamba Allah (khalifah filard) yang mempunyai tanggung jawab kemanusiaan. (C)
keterampilannya. Pandai dan cerdas menerjemahkan ide juga pikiran dalam
praktik dan mempunyai skill keilmuan yan mempuni. Dengan terbinanya 3 sasaran
tersebut maka terbinalah kader berkualitas 5 insan cita HMI yang beriman,
berilmu dan, beramal.
Keberadaan
HMI Komisariat Adab haruslah kembali menuju khitahnya yakni meneguhkan
perjuangan dan perkaderan HMI supaya mission HMI bisa terwujud. Mission HMI
adalah keindonesiaan, keislaman dan kemahasiswaan sesuai dengan pasal 4 AD HMI, yakni “Terbinanya
insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab
atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Dari
tujuan tersebut dapat dirumuskan menjadi lima kualitas insan cita, yakni 1) kualitas
insan akademis, 2) kualitas insan pencipta, 3) kualitas insan pengabdi, 4)kualitas
insan bernafaskan Islam, dan 5) kualitas insan yang bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas
insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman
dan berilmu pengetahuan serta mampu
melaksanakan tugas kerja kemanusiaan (beramal). Kualitas tersebut sebagaimana
dalam tafsir tujuan HMI (pasal 4 AD
HMI) adalah sebagai berikut :
1.Kualitas Insan Akademis
a)
Berpendidikan Tinggi,
berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
b)
Memiliki kemampuan teoritis,
mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku
dan menghadapi suasana sekelilingnya
dengan kesadaran.
c)
Sanggup berdiri sendiri
dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara
teoritis maupun teknis dan sanggup
bekerja secara ilmiah yaitu secara
bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan.
2.Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis,
Pencipta
a)
Sanggup melihat
kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah
besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap
dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu
Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari
perbaikan dan pembaharuan.
b)
Bersifat independen, terbuka,
tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian potensi, sehingga
dengan demikian kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang
indah-indah.
c)
Dengan memiliki kemampuan
akademis dan mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran
islam.
3.Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akdemis,
Pencipta, Pengabdi
a)
Ikhlas dan sanggup berkarya
demi kepentingan ummat dan bangsa.
b)
Sadar membawa tugas insan
pengabdi, bukan hanya sanggup membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi
sekelilingnya menjadi baik.
c)
Insan akdemis, pencipta dan
pengabdi adalah insan yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas
mengamalkan ilmunya untuk kepentingan umat dan bangsa.
4.Kualitas Insan yang bernafaskan islam : Insan Akademis, pencipta
dan pengabdi yang bernafaskan Islam
a)
Islam yang telah menjiwai dan
memberi pedoman pola fikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam
akan menajdi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai
universal Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya.
b)
Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality”
dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari
split personality tidak pernah ada dilema pada dirinya sebagai warga negara dan
dirinya sebagai muslim. Kualitas insan ini telah mengintegrasikan masalah
suksesnya pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya perjuangan umat islam
Indonesia dan sebaliknya.
5.Kualitas Insan bertanggung jawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT
a)
Insan akademis, pencipta dan
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
b)
Berwatak, sanggup memikul
akibat-akibat dari perbuatannya dan sadar dalam menempuh jalan yang benar
diperlukan adanya keberanian moral.
c)
Spontan dalam menghadapi
tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap
apatis.
d)
Rasa tanggung jawab, taqwa
kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
e)
Evaluatif dan selektif terhadap setiap langkah yang berlawanan
dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
f)
Percaya pada diri
sendiri dan sadar akan kedudukannya
sebagai “khallifah fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Dalam tafsir tujuan HMI insan cita memiliki 17
indikator kualitas pribadi, yang pada esensinya kader berkualitas lima insan
cita merupakan gambaran “man of future”,
insan pelopor yaitu insane berpikiran luas dan
berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya,
dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu
perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan
man of future”. Tipe ideal dari hasil perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta pembantu).
Penyuara “idea of progress” insan yang berkeperibadian imbang dan padu, kritis,
dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah Allah SWT.
Mereka itu manusia-manusia yang beriman
berilmu dan mampu beramal saleh dalam kualitas yang maksimal sebagai
Kader Paripurna (insan kamil).
Kader berkualitas lima insan cita dituntut
menerapkan “ethic” tinggi, nilai-nilai yang merepresentasikan seorang yang
paripurna. Kader HMI harus mempunyai
kekuaatan ”moral force” dalam
masyarakat. senantiasa harus bersikap kritis dan menciptakan perubahan terhadap
realitas. Kader haruslah berkomitmen kepada kebenaran, keadilan dan kejujuran.
Karena ilmu yang luas saja tidak cukup perlu adanya kekuatan moral force” untuk membentenginya.
Disamping itu kader berkualitas lima insan cita
adalah pelopor yang mempunya inisiatif avant
garde, untuk prakarsa pertama dalam setiap situasi dan kondisi untuk
memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah. Kepeloporan dapat di miliki oleh
orang yang memiliki tiga sarat sebagai beriku;
Memiliki ilmu pengetahuan yang luas Memahami permasalahan yang
menyeluruh sampai keakar-akarnya Memiliki kemauan, keinginan untuk
melaksanakannya.
Kader berkualitas lima insan cita idealnya
mengetahui indenpendensi etis HMI yang merupakan karakter dan kepribadian
kader. Watak independen HMI terwujudkan secara etis dalam bentuk pola pikir
pola sikap dan pola laku setiap kader HMI. Juga
teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI yang
akan membentuk “Independensi organisatoris HMI”. Aplikasi dari dinamika
berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan
teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap
yang : Cenderung kepada kebenaran (hanief); Bebas terbuka dan merdeka, Obyektif
rasional dan kritis, Progresif dan dinamis dan Demokratis, jujur dan adil.
Independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi
secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI. Ini diartikan bahwa setiap
kader secara massif senantiasa melakukan partisipasi aktif, kontruktif,
korektif dan konstitusional agar perjuangan, tujuan dan segala usaha atau amal
shalih bisa terwujud. Dalam melakukan partisipasi partisipasi aktif,
kontruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya
tunduk serta komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan objektifitas.
Selain itu kader berkualitas lima insane cita
merupakan ulama intelektual dan intelektual ulama yaitu kader HMI yang memiliki
kemampuan seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum bagi sarjana umum, dan
sebaliknya memilki kemampuan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama bagi
sarjana agama. Semua itu sesuai dengan tujuan kehidupan manusia yang fitrah
adalah kehidupan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani dan rohani secara
seimbang atau dengan kata lain kesejahteraan materiil dan kesejahteraan
spiritual.
Bahwa tujuan HMI sebagaimana yang telah
dirumuskan dalam pasal 4 AD HMI pada hakikatnya adalah merupakan tujuan dalam
setiap Anggota HMI. Insan cita HMI adalah gambaran masa depan HMI. Suksesnya
anggota HMI dalam membina dirinya untuk mencapai Insan Cita HMI berarti dia
telah mencapai tujuan HMI.
Kader berkualitas Insan cita HMI pada suatu
waktu akan merupakan “Intelektual
community” atau kelompok intelegensi yang mampu merealisasi cita-cita umat
dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang religius sejahtera, adil dan
makmur serta bahagia (masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
Subhanahuwataalah).
Dengan demikian kader merupakan aset berharga
bagi umat bangsa dan Negara ini. Mereka semualah yang akan menjadi intelektual,
pemimpin, ulama, ilmuan , negarawan, ekonom, dosen, sastrawan, yang paripurna
penerus bangsa dan harapan umat. Maka sudah menjadi tugas HMI untuk mencetak
kader-kader berkualitas yang mengabdi pada umat, bangsa dan negaranya dengan
ikhlas limardhotilah.
Masyarakat adil dan makmur
yang diridhoi Allah SWT. adalah gambaran sederhana HMI tentang tatanan
masyarakat yang dimimpikan untuk diwujudkannya, dicita-citakannya, masyarakat
yang dalam bahasa agama disebut sebagai baldatun
toyibbatun wa robbun ghafur yang merupakan fungsi dari insan cita yang akan
dikader oleh HMI. Masyarakat cita yang ingin diwujudkan HMI itu juga senada
dengan apa yang ingin menjadi cita-cita kemerdekaan oleh pembesar-pembesar pendiri bangsa ini, yakni masyarakat yang
bebas dari bermacam bentuk belenggu penindasan, masyarakat yang berdaulat,
masyarakat yang berdaya, mampu dan mandiri serta dapat menentukan hidupnya
sendiri, masyarakat yang menjadi cita-cita kemerdekaan sebagaimana tujuan dari
kemerdekaan bukanlah kemerdekaan itu sendiri, dimana bila merujuk pada
konstitusi kita, pembukaan UUD 1945 yaitu perjuangan pergerakan kemerdekaan
indonesia masih sampai sebatas mengantarkan rakyat pada “pintu gerbang” satu
tatanan masyarakat “adil dan makmur” untuk itu syarat mutlaknya adalah
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, indonesia bisa berkehidupan
kebangsaan yang bebas dst.. dengan begitu jelas bahwa masyarakat cita ini
berada di dalam republik indonesia, dan tujuan HMI hanya dapat direalisasikan
oleh mereka yang disebut “kader” dan itu tidaklah berhenti pada masa
keanggotaan seorang mahasiswa.
Kualitas insan cita HMI
terdapat lima, yang menjadi patokan atau standar bagi kader-kader HMI. Kendati
demikian HMI tidak begitu bertanggungjawab atau memberikan garansi bahwa
orang-orang yang masuk HMI akan memenuhi kualitas di atas. Hal tersebut dikembalikan
kepada individu atau kepribadian kader itu sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa
HMI bukanlah satu-satunya patokan dari pegangan kehidupan kader HMI. Tidak
banyak tanggungjawab yang HMI patok kepada kadernya menjadi tanggungjawab
mission atau tujuan HMI sendiri, hal ini dikarenakan dalam tujuan HMI hanya
bertuliskan redaksi “terbinanya” bukan “membina”.
Hal ini akan jauh lebih
signifikan jika masing-masing individu kader yang kuat menggunakan kekuatannya
untuk berpartisipasi menguatkan yang lain.
Hubungan antar masyarakat dengan pola semacam inilah yang kemudian
menciptakan masyarakat madani yang progresif namun sarat dengan semangat
persaudaraan. Hal inilah yang dengan terang-terangan dijadikan tujuan mission
HMI. HMI telah memproklamasikan bahwa ia berdiri untuk mewujudkan keadaan
dimana insane akademis terbina menjadi manusia dengan kualitas Insan Cita,
lengkap dengan lima kualitas dasar yang harus dimilikinya.
Lihat Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI
Mission
merupakan tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga mission HMI
dapat diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh kader HMI.
Sebagai organisasi kader yang memiliki platform yang jelas, sejak awal
berdirinya HMI mempunyai komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen asasi,
yakni (1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat
bangsa Indonesia, yang dikenal dengan komitmen kebangsaan, dan (2) Menegakkan
dan mengembangkan ajaran Islam, yang dikenal dengan wawasan keislaman/keumatan.
Kesatuan dari kedua wawasan ini disebut dengan wawasan integralistik, yakni
cara pandang yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung
jawab yang harus dilakukan sebagai warga negara dan umat Islam Indonesia.
Penerjemahan komitmen HMI ini disesuaikan dengan konteks jaman, sehingga HMI
selalu aktual dan mampu tampil di garda terdepan dalam setiap even.
Belum ada tanggapan untuk "MEMBANGUN KONFIDENSI-DIRI KADER DALAM BER-HMI: IKHTIAR MEWUJUDKAN KADER BERKUALITAS LIMA INSAN CITA"
Posting Komentar