Perdebatan Tak Berujung
Terkadang berbicara takperlu atau tak penting itu menjadi penting ketika kita bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya, berbicaralah seperti air yang mengalir disungai bukan seperit ombak di lautan samudra
( handsomeboy)
Malam semakin larut, ditemani sinar sang rembulan yang menyinari surau memantulkan sinar keemasan disungai itu. Sang bintangpun tak mau kalah dari sang rembulan, dengan kelip cahayanya yang jauh disana serasa aku mengingat kenangan indah terkubur dalam relung hatiku yang kembali sesaat saat aku termenung sejenak menunggu secangkir kopi dan temen-temanku yang biasa telat kalau mau ngumpul karena itu merupakan budaya akut yang kami rasakan itu tak jadi masalah dan bisa ditolerir sebab sudah terbiasa dan itu patut dihilngkan. Sang binatang-binatang malampun bernyanyi tinggi, setinggi gunung yang menjulang tinggi keangkasa menghilangkan kesunyian malam berdiri tegap menentang alam.
Tiba-tiba kudengar suara kendaraan bermotor tiba ditempat kami tuk berdiskusi di surau Kandang. Langkahan kakinya kecil dan mungil tak terdengar mungkin karena surau Kandang saat itu ramai dan mungkin juga ada sebagian pengunjung yang sedang menyanyikan senandung lagu-lagu tentang cinta, entah senandung apa yang ku dengar itu, mirip lagunya band namanya cukup populer ditelingaku tapi hatiku bergumam lebih baik kalian semua diam sepertinya ituh lebih indah tuk didengung suaranya indah seindah bunyi suara kentutku. datanglah pemateri diskusi kami tuk memberikan sajian ilmu yang tak sabar lagi ku santap bersama beberapa teman-temanku yang sudah menunggu sambil mengucap dan bertegur sapa padanya. Aku langsung terperanjat dan menggerakan kakiku tuk menjamuya bersama bos besar kami walau orangnya pendek tapi umurnya panjang; “Bang gimana kabarnya”, tanya ku pada pemateri diskusi kami yang bernama Tonro. ia baik, sopan tak sombong tapi sepertinya boros apalagi ia sisipkan tuk menabung, karena kulihat ia memegang rokok yang mahal harganya bagi kantong mahasiswa itu kayanya cukup mewah gumamku dalam hati. Pak ketua kami alias bosku langsung berbincang-bincang bersama Bang Tonro sambil menuju tempat diskusi dan duduk ditempat yang telah kami siapkan. Kami tidak langsung memulai diskusi itu karena sajian utama kami belum datang yaitu kopi atau minuman ringan yang dipesan teman-teman. Akhinya dadang juga gumamku dan Pak ketua langsung menyuruh Pak Sekhum Memeto namanya orangnya agak bijak tapi tak sebijak ketua kami mmhh kayaknya gak tau paktanya hehee. dan Pak Sekhum langsung membuka diskusi kami dan langsung memeberikan penuh tanggungjawab kelancaran jalannya diskusi pada Pak Tonro.
Orangnya enerjik, kami terlarut dalam suasana diskusi yang panas memebara dinginnya malam tak kami rasakan. Walaupun hiliran angin dingin merasuk dalam tubuh kurasakan menembus jauh kedalam sum-sum tulang dan relung hatiku, tapi tak jadi masalah ketika suasana diskusinya hidup sehidup malam tahun baru 2010 ini, malahan siangpun mengaku kalah karena malam itu semua manusia dibelahan bumi bangun tengah malam tuk sekedar mengucapkan happy new year, meniup terompet, atau menyelakan kembang api dan yang lebih aneh lagi mereka berkompoy tanpa tujuan arahnya kemana pergi sekedar tuk melakukan rutinitas tahunan yang menjadi budaya yang hampir semua orang didunia ini melakukannya. Gumamku kenapa kita tak sekalian bakar kosnya Bos Besar Ketua aja biar semuanya jadi rame dan meriah hahahaa. Malam yang indah nan sunyi itu tak jadi penghalang bagi kami tuk ikut serta dalam keindahan nyanyiannya sehingga kita tidak ternina bobokan dalam kematiaan yang sesaat. Tanya jawab diskus ituh dimuali diiawali oleh sosok yang arif, searif kata-katanya yang terucap dalam awal susunan vokal yang mempesona dia tak lain adalah Bos Pergurun Tinggi Dan Kemahasiswaan (PTKM) badannya tinggi setinggi langit, kulitnya hitam sehitam malam, bajunya putih seputih melati apalah arti sebuah nama kalau malam tetap hitam, apalah arti dari semua itu kalau bunga melati tetap putih. Tanya jawab itu panas sepanas mentari, deras sederas ombak yang menghantam terumbu karang, hidup sehidup siang. Tambah lagi Bos Besar memberikan pertanyaan yang tajam setajam pedang Ali Bin Abi Thalib dalam menebas para kaum kafirin dalam setiap peperangan jihad fi sabilillah. Tapi pemateri kita tidak kehilangan kata-kata untuk bersua karena baginya kata seperti lautan samudra yang tak akan habis ia alirkan kepada calon-calon gunung yang akan menjulang tinggi keangkasa, bahasanya hidup sehidup angin yang menerbangkan daun yang kering pada pepohonan yang dianggap mati dan akan hidup kembali saat musim itu datang. Jawaban-jawaban yang ditawarkan sangat melezatkan senikmat makan kambing guling yang diguling-guling setelah seminggu kelaparan tak makan-makan dan tersesat dalam ganas dan luasnya padang pasir yang tak bertepi. Diskusi ini tidak hanya berjalan dikalangan pengurus yang hebat tetapi para anggota lain yang tak kalah hebatnya sebut saja Bae ia oranya simpel tapi tak sesimpel orangnya, kata-katanya mengisyaratkan keruh jiwanya tetapi kelebihnnya ia bisa membawa temen-temennya tuk berbaur dalam diskusi ini seperti gula dan kopi walau kopi itu pahit tetapi seteleh dimasuki gula akan manis, semanis madu dan kurma. Kriiing...kriiing suara apakah itu? Itu semua orang tau itu pasti suara hp ternyata... “hallo ya ini mas Tonro saya sedang ngisi materi di Adab yayaya terimakasih”, kami tau itu merupakan panggilan menuju akhir diskusi ini, “maaf teman-teman saya harus menghadiri rapat cabang sekarang juga, jadi diskusinya kita lanjukan kan kapan-kapan dilain waktu, saya cuma memberi pengantar tegas beliau”. Saya tahu ini akhir dari diskusi kami, Pak Tonro bersama Bos Besar kami langsung menginjakan kaki dan melangkah menuju kendaraan parkiran. saya tidak tau pasti apa yang mereka bicarakan dalam basa-basinya, yang jelas kami senang karena pada saat ini organisasi kami solid kembali dan bisa melakukan aktivitasnya walau tak punya rumah tuk kami berdiam sejenak disana. Dengan sigap Memeto langsung menyimpulkan diskusi ini dengan cermat secermat striker inter milan Milito yang selalu membuat goll untuk timnya.
Sekembalinya Bos Besar kita dari menjajapi pemateri kita Pak Tonro, ia langsung menyuruh Pak Sekhum Memeto untuk membuka rapat baru yakni mengevaluasi beberapa kegitan yang telah dilakukan, kegiatan apa yang akan kita bahas dalam waktu dekat ini, tak ada bahasan menarik menurut saya cuma membahas agenda biasa dan evaluasi yang sudah dibahas ketika kegiatan itu sudah berakhir tapi pada rapat ini dibedah dengan pisau analisis yang tajam dan saya tidak terlalu melibatkan diri terlebih jauh karena ini bukan bidang yang saya kaji. saya Cuma kopi melebur dalam panasnya air panas, melainkan bidang pembinaan anggota yang di kepalai oleh Mamat sebagai Bos Besar yang kami singkat PA, Pak Mamat bersama para anggotanya menjelaskan detailll, sebuah kegiatan yang jadi gerapannya sedetail seorang profesor yang menjelaskan matakuliah dikampus pada para mahasiswa. Dan rapat pun ditutup. Kami langsung mengadakan keakraban yakni ngobrol from heart to heart, from eyes to the eyes and from me to you, from you to all not for me not foe you baut for us.
Diskusi keakraban biasanya dimulai oleh pembicaraan para anggota yang merasa jenuh atau keluh kesah yang mereka rasakan selama pengurusan berlangsung, entah ada angin besar apa yang melanda dan menerpa Pak Nozir beliau adalah Kabid Kekaryaan /KKN yang merasukinya masih adakah setan yang bisa merasukinya, karena orang ini terkenal kejujurannya di organisassi kami tapi sangking jujurnya Pak Bos Besar kami selalu mengejeknya dengan ejekan yang cendrung negatif bahkan menjatuhkan mertabatnya didepan koarum. Teman-teman mari kita diskusikan tentang sesuatu, sambil menghisap keabadian dan minuman menyehatkan, aku terperjat dari asaku bisanya teman kita ini cuma bisa ikut-ikutan tapi pada malam ini dia menantang kami berdiskusi. Tidak ada yang abadi, karena yang abadi itu adalah bako, tidak ada yang sempurna, karena yang sempurna itu adalah rokok, awalnya diskusi ini hanya membahas tentang suatu materi/substansi yang dikaji dari permulaan materi itu sendiri, apakah itu matri? Dari mana asal materi? Bagaimana materi itu? Apa hakikat materi itu? Dan lain-lain dikusi ini cendrung mulai memanas. pak nozir yang berlandaskan pemikiran anailisisnya yang bersipat temporal, dan tambah pak bendum Iiis yang pikirannya parktis, pak ketum kita yang pikirannya lumayan mantap tapi intinya bukan itu yang ada dibenaknya ia ingin menjatuh kan Pak Nozir yang saat itu menyalakan api semangat dan memadamkannya dengan pikiran yang ilmiah tapi praktis sekedar membulak-baikan pertanyaan orang, tambah Bae yang kerjanya mendengarkan, merenungkanya dan akhirnya menyimpukan sesuatu dengan simpulan yang lumayan baik. Diskusi ini aneh tak berujung seperti perjalanan matahari dan rembulan dari timur kebarat yang bergantian tugas, setiap satu diskusi ditutup karena Pak Nozir kewalahan menghadapi mereka bertiga, awalnya pak Iis itu sekutunya Pak Nozir, dan Pak Bos Besar kita bersekutu dengan Bae tapi semakin alotnya mereka berdiskusi ini tak berujung, belum satu tema dibahas langsung ditutup oleh Pak Nozir karena mungkin ia mulai terdesak dengan pemikiran Bos Besar kita yang memuji dan mengangkan sesuatu setinggi langit kemudian menjatuhkannya dari langit itu tentu saja itu sangat menyakitkan gumam ku yang ketawa ketiwi melihat mereka berdiskusi tanpa berujung.
Pikirku perlu ada penyelesaian akhir makanya Pak PTKM turun gunung untuk menyelesaikan prahara yang terjadi ini, “ oke teman-teman mari kita berbicara tentang tuhan.” Pak PTKM langsung menjelaskan esensi nama tuhan beliau mengatkan nama Allah itu hidup dari segi isimnya saja, apalagi zatnya. walaupun kita mempretelinya satu persatu tegasnya, huruf Allah dihilangkan alifnya jadi lillah yang artinya untuknya, dipereteli lamnya jadi lahu yang mempunyai arti kepadanya, dan dihilangkan lam terakhir jadi hu yang berarti dia dan hu/dia ini kembali pada allah. Setelah menjelaskan itu Pak PTKM langsung menerima cercaan perihal suatu metode penjelasan tuhan/Allah dari sudut ilmu kalam. Seperti langit yang memberican sercaan kepada tanah merah yang kering sehingga rasanya sangat sakit, pertama pak nozir ia beranggapan tuhan itu tak butuh kita jadi kita inilah yang butuh tuhan. anggapan yang benar tetapi melenceng dari tema yang saya tawarkan wajarlah kubilang dalam hati ia memang orangnya kaya gitu lo. Jadi kita ini jalan sendiri sendiri saja tuhan aja ga butuh kita jadi kita jalanin ini seperti biasa saja tandasnya. Karena kita ini proses dalam pencarianya, ia bertanya apa buktinya tuhan ada, apa itu ada, apa esensinya? Hanya bertanya tentang itu-itu saja dan terus memutar pertanyaan pada garis itu seperti membuat garis lingkaran yang berkali-kali pada lingkarang yang sama tetap saja hasilnya satu lingkan. Pak Bos Besar langsung menyangah pertanyaan saya, tetapi yang ia tanggapi bukan jawaban yang saya tawarkan tetapi menjatuhkan pendapat Pak Nozir mengunakan paradigma yang ia bangun ia bilang IQmu itu tak selefel dengan saya jadi kamu harus belajar lagi 10 th baru bisa menyamai saya. semuanya ketawa hahaha dan sambil sinis ia memandangi Bos Besar dengan pandangan tajam. Bae mempunyai anggapan yang cukup komperhensif ia langsung menanggapi tawaran paradigma saya tadi dengan melihat asal katanya Allah itu yakni illah dan ia menolak teori yang saya tewarkan terus ia memberikan beberapa pertanyaan kepada Pak Nozir, gimana ini, gimana itu singkatnya. yah udah kalau begitu saya tidak mau jawab...hahhahaa, semua ketawa. Baru ada dalam suatu diskusi disuguhkan beberapa pertanyaan dan dijawab dengan saya tidak mau jawab. Karena malas dan beranggapan akhir dari sebuah dikusi tergantung seorang itu mau menjawab pertanyaan dari orang/lawannya atau tidak tegas pak nozir memang paradigma yang sesat pikir sesat-sesatnya. Dan lingkup diskusi yang penuh tawa seperti udara yang selalu mengisi ruang hampa dan takkan pernah kosong. Hampir sudah empat jam lebih kami membicarakan tuhan ada yang menghujatnya secara tidak langsung ada yang mencoba memereteli kekuasaannya ada yang memutar balikan esensinya, ada yang simpel mema’nainya dll, Mengangap pendapat mereka valid, paling benar dan dapat dipertanggungjawabkan saling menyerang satu sama lain, saling menyalahkan tuhan satu, dengan yang lain, saling menganggap bahwa tuhannya itu benar adanya. Sedangkan..... sang tuhan dalam A’rrsnya yang agung hanya bisa tersenyum melihat perdebatan kita yang tak berujung membicarakannya.
Tanpa sebuah nama
Melati
Akan tetap putih
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Cerpen Untuk Mahasiswa"
Posting Komentar