Jumat, 02 Mei 2014

SEJARAH BAHASA ARAB, BAHASA AL-QURAN DAN PENYATUAN BAHASA

Pada dasarnya bahasa lahir seiring dengan lahirnya manusia, dalam studi bahasa, orang berasumsi bahwa manusia sudah mengenal bahasa sejak masa lalu, karena bahasa merupakan simbol yang membedakan antara manusia dari segala jenis ciptaan Allah yang lainnya, bahasa merupakan sebuah sistem yang digunakan manusia untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, dalam ilmu bahasa yang dimaksud bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi dan beridentifikasi diri.

Sejarah terbentuknya bahasa arab, bahasa dalam keadaanya bersifat abstrak, karena tidak bisa dicapai oleh pengamat tanpa melalui medium buatan, seperti kamus dan buku-buku tata bahasa, kesimpulanya bahasa ialah bahasa lisan, namun setiap bahasa memiliki struktur yang beragam dalam berbagai aspek, terutama dalam rumusan kaidah-kaidah yang terbangun, dan bahkan sampai historis terbentuknya sebuah bahasa tersebut, apakah bahasa tersebut terambil dari sebuah letak geografis atau etnik yang bersangkutan….?

Asumsi-asumsi tersebut hingga sekarang masih sering dipertanyakan para peneliti bahasa secara universal, begitu pula bahasa arab dia merupakan rumpun bahasa semit yang masih tersisa, ia merupakan bahasa yang muncul dari kaum sammiyah, dalam sejarahnya jazirah arab negeri kelahiran agama islam merupakan tanah air bangsa semit. Dalam perjalanan waktu yang cukup panjang, akhirnya keturunan mereka berpindah keberbagai wilayah yang subur, kemudian mereka dikenal sebagai bangsa babylonia, Assyria, phonesia, dan bangsa yahudi. Semula nenek moyang mereka bertempat tinggal di wilayah-wilayah tersebut dalam satu kesatuan. Sekitar 3500 SM, salah satu keturunan semit meninggalkan tanah airnya dan menetap pada suatu lembah diantara sungai tigris dan euprat yang pada saat itu wilayah lembah ini telah dihuni oleh bangsa yang telah mengenal peradaban, yakni bangsa sumeria. Pertemuan mereka dengan bangsa sumeria pada akhirnya melahirkan suatu peradaban besar.

Dewasa ini, apa yang disebut bahasa-bahasa semit dapat digolongkan sebagai berikut:

a.       Setengah kawasan bagian utara :

Timur   : Akkad atau Babylonia; Assyria

Utara   : Aram dengan ragam timurnya dari bahasa Syria, Mandaca, dan Nabetea serta ragam baratnya dari Samaritan, Aram Yahudi, dan Palmyra

Barat   : Phonesia, Ibrani Injil, dan dialek kanaan lainnya

b.      Setengah kawasan bagian selatan :

Utara     : Arab

Selatan  : Sabca atau Himyari, dengan ragam dari dialek Minaea, Mahri, dan Hakili; dan Geez atau Etiopik, dengan ragamnya dari dialek Tigre, Amharik dan Harari

Dari semua bahasa Semit di atas kini telah punah kecuali bahasa Arab. Ketidakpunahan bahasa Arab ini disebabkan faktor kekuasaan dan faktor arabisasi. Faktor kekuasaan yang dimaksud adalah penghuni jazirah Arab yang meliputi tiga kelompok besar bangsa Arab yaitu:

     Arab ‘Ariba atau Badia (Les Arabes Primaires) seperti: kaum Ad, Tsamud, Amalik, Tasm, Bani Yadis, Kusyit, dan lain-lain.
    Arab Muarriba (Les Arabes Secondaires) seperti: Bani Kahtan, atau Yoktan bin Heber, Bani Himyar, dan lain-lain.
    Arab Musta’rib (Les Arabes Tertiaires) seperti: keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim as. Termasuk di dalamnya suku Quraisy.


Dari ketiga golongan besar bangsa Arab, pada akhirnya golongan yang ketiga atau Arab Musta’rib yang berkuasa. Lagi pula keturunan Nabi Ismail yang menguasai kota Makkah dan yang memelihara ka’bah.

Apabila ingin mengetahui asal-usul suatu bahasa, tampaknya perlu mengetahui asal bangsa yang menjadi penutur utama bahasa tersebut. Hal demikian adalah karena bahasa itu dilahirkan oleh suatu masyarakat penggunanya dan pengguna bahasa itu membawa bahasanya ke manapun ia pergi. Kadang kala bahasa tersebut secara utuh terus dipertahankan oleh pemakainya, juga tidak sedikit yang melakukan perubahan, mengadaptasi dengan tempat atau situasi mereka tinggal, dimana ia bergaul dengan etnik-etnik lain yang memiliki bahasa berbeda. Perubahan bahasa biasanya akan terjadi oleh adanya perubahan generasi, dimana antara generasi terjadi asimilasi sehingga melahirkan model dan bentuk generasi baru dengan gaya bahasa atau karakter budaya yang relatif berbeda dari generasi sebelumnya. Bahkan tidak sedikit bahasa yang mati karena ditinggal oleh pemakainya.Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor politik seperti penjajahan yang menginvansi suatu wilayah bahasa, kemudian menggantikannya dengan bahasa si penguasa.

Banyak faktor yang menyebabkan mati dan hilangnya suatu bahasa dari setiap etnik, baik karena faktor politik kekuasaan, misalnya pelarangan menggunakan bahasa dari elite penjajah yang sedang berkuasa, hancurnya satu generasi etnik sebagai pengguna bahasa akibat fenomena alam seperti kaum Ad dan sebagainya (Thohir,  2009: 56):

"Sedang faktor arabisasi berkata (Hana al Fakhuri, Tt: 5):

والعربية من أحدث هذه اللغات نشأة وتاريخاً ولكن يعتقد البعض أنها الأقرب إلى اللغة السامية الأم التي انبثقت منها اللغات السامية الأخرى، وذلك لاحتباس العرب في جزيرة العرب فلم تتعرّض لما تعرَّضت له باقي اللغات السامية من اختلاط"

Arabisasi yang dimaksud di sini adalah bangsa Arab yang masih bertahan berbaur dengan bangsa lain sehingga melahirkan pergumulan bahasa antar bangsa yaitu berbaurnya suku pribumi dengan suku yang datang dari selatan. Selain pergumulan bahasa, perkawinan antar suku juga berakibat pada proses terjadinya arabisasi.

Bangsa arab mempunyai mata pencaharian berdagang dengan mengambil tempat di suatu tempat yang strategis dalam hal ini di kota Makkah (yang dikuasai oleh suku Quraisy), dimana di sana merupakan tempat berkumpulnya berbagai suku bangsa melakukan ibadah haji sekaligus mengadakan perdagangan. Sehingga transformasi sosial masyarakat terjadi lebih intens.Di sini bertemu berbagai elemen masyarakat dari berbagai daerah, sehingga pertukaran budaya tak terelakkan.

Kebiasaan bangsa Arab yang lain adalah mengadakan perlombaan membuat puisi yang terbaik akan diumumkan dan digantung di Ka’bah. Isi dari puisi biasanya sekitar kepahlawanan seseorang, kejayaan suatu suku, namun bisa juga bersifat ejekan. Hasil dari karya tersebut kemudian diperlombakan dalam suatu even yang menarik.

Dari pergumulan suku bangsa melalui transaksi perdagangan dan perlombaan membuat puisi juga terjadi pergumulan bahasa antar suku bangsa baik bangsa Arab maupun bangsa bukan Arab (‘ajam).Di sinilah terlahir berbagai ungkapan-ungkapan bahasa baru yang mungkin sumber atau akar katanya bukan berasal dari bahasa Arab, kemudian menjadi atau dianggap sebagai bahasa Arab. Dari pergumulan bahasa ini memunculkan bahasa Arab standar (fusha). Dan dari standarisasi bahasa Arab itulah para ahli puisi, ahli sastra menggunakannya dalam membuat puisi yang diperlombakan.

Bertitik tolak dari sejarah dan kultur suku bangsa Arab di atas, di mana telah terjadi pergumulan bahasa hingga memunculkan bahasa standar, maka pada waktu itu Allah Swt. menurunkan al Quran berbahasa Arab standar. Bahasa arab merupakan bahasa al-Qur’an dan dipakai semua penduduk jazirah Arabia dan sabit subur yang berdampingan langsung dengan jazirah Arabia seribu tahun sebelum islam. Sayangnya sangat sedikit catatan tertulis mengenai hal ini sebelum islam, dan tradisi lisan menyajikan sempurna dan lengkap dalam perkembangannya ketika al-Qur’an diwahyukan. Diturunkannya al Quran berbahasa Arab dari penjelasan di atas adalah berkaitan erat dengan kondisi historis bahasa Arab yang telah terakumulasi dengan baik menjadi bahasa Arab standard yang didukung oleh kekuasaan suku Quraisy sebagai suku nenek moyang Nabi Muhammad SAW. Sehingga boleh dikatakan terdapat benang merah antara pemilihan bahasa Arab standard (Quraisy) sebagai bahasa al Quran dengan faktor politik kekuasaan suku Quraisy.Bisa dipahami bersama bahwa bahasa Arab Quraisy dipilih oleh Allah SWT dalam rangka membantu para Rasul untuk menyampaikan dan menjalankan misi sucinya bersama kaum dan pengikutnya.

Jadi berkaitan dengan pergumulan bahasa antara bahasa Arab dengan bahasa lain bahwa yang dimaksud dengan ‘lisan Arab yang nyata’ itu adalah bahasa suku Quraisy. Atau meskipun terdapat kata-kata dalam al Quran yang bukan berasal dari suku Quraisy, namun tetap dikategorikan bahasa Arab atau bahasa yang di-arabkan.

Dengan demikian bahasa Arab dari Utaralah yang dapat bertahan karena dukungan aspek politik dan arabisasi yang dilakukan. Dari sinilah cikal bakal terakumulasinya bahasa standard (fusha) yang diakibatkan oleh pergumulan bahasa yang terjadi di kota Makkah dalam hal ini bahasa Arab Quraisy. Dari sistem politik yang di anut oleh suku Quraisy meski tidak mencerminkan kekuasaan obsolut yang dapat mengikat suku bangsa yang lain menampakkan  benang merah yang menunjukkan kaitan antara faktor kekuasaan dan terpilihnya bahasa Arab (Quraisy) menjadi bahasa al Quran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar