Jumat, 23 September 2011

SINOPSIS NOVEL AN-NIDA AL-KHALID KARYA NAJIB KAILANI

Gender merupakan isu yang cukup nyaring didengungkan sejak abad 17 di Amerika. Dimana feminis memperjuangan tiga aspek kecendrungan utama yaitu : Equality, Difference, dan dikotomi Metafisik antara Feminine dan Maskulin.  Isu gender sendiri menjadi salah satu kajian yang mnarik untuk dianalisis, apalagi trend zaman skarang muncul dengan istilah yang lebih modern yaitu Hak Asasi Manusia (HAM). An-Nida'u Al-Khalid adalah salah satu novel modern karya Najib Kaylani yang syarat dengan isu gender didalamnya.

Novel tersebut menceritakan perjuangan rakyat mesir untuk meraih kemerdekaan saat dijajah oleh Inggris, dimana penjajahan tersebut tidak hanya meliputi penjajahan secara kolonial akan tetapi juga penjajahan secara Imperial. Dalam novel diceritakan tokoh Sabirin yang memiliki obsesi perjuangan yang sangat kuat sehingga memiliki keberanian yang besar dalam mewujudkan obsesinya tersebut, sedangkan Ahmad yang menjadi pria idaman Sabirin adalah sosok yang luar biasa dimata Sabirin karena dia memilii kelebihan-kelebihan tertentu. Sabirin sanagat berharap banyak terhadap Ahmad supaya Ahmad dapat menikahinya dengan begitu Sabirin yakin keberaniannya dalam memperjuangkan kemerdekaan mesir akan semakin sempurna. 


Novel ini menginformasikan kepada dunia bahwa di mesir masih ada sekelompok orang yang selama ini terbungkam dari khalayak umum, kelompok itu adalah perempuan. Mereka tidak memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki apalagi dengan golongan pendatang yang sibuk menindas kaum pribumi. Secara konkrit efek dari penjajahan sangatlah merugikan dari aspek apapun, hak-hak masyarakat pribumi seperti hidup tenang dan menikmati kekayaan tanah airnya sendiri dirampas oleh kaum pendatang bahkan penganiayaan seperti hal yang tida aneh lagi sehingga munculah ktidakadilan, maka ketidakadila itulah yang memunculkan perasaan benci masyarakat pribumi terhadap penjajah. Akan tetapi sebenarnya ada hal lain yang memiliki akibat yang lebih buruk dari penjajahan tersebut yaitu efek dari penjajahan secara imperial, dan kesemua efek itu tertanam dimasyarakat mesir sendiri meskipun penjajahan secara fisik sudah berakhir. Diceritakan dalam novel itu salah satunya dalam kutipan keempat " kekerasan fisik pada perempuan sebab proses dialog antara Sabirin dan ayahnya tersebut diakhiri dengan kekerasan fisik, berupa pelemparan gelas yang berisi limun pada wajahnya Sabirin oleh ayahnya", Sabirin menerima kekerasan fisik dari ayah kandungnya yang juga kepala desa. Kutipan dialog tersebut adalah upaya penggambaran penulis terhadap realitas budaya yang terjadi dimesir yang menyebabkan ketimpngan gender. Kejadian itu meninggalkan kesan bahwa perempuan belum menjadi manusia seutuhnya yang sangat berbeda dengan laki-laki.

Post kolonial 'menurut Ashcroft dkk' adalah studi-studi yang didasarkan pada fakta historis kolonialisme Eropa dan efek-efek kolonialisme itu sendiri. Dilihat dari pengertian dari post kolonial itu sendiri maka penjajahan memiliki rumusan kebudayaan mengenai kebudayaan terjajah salah satunya kebudayaan-kebudayaan masyarakat yang pernah atau sedang terjajah dipngaruhi oleh keadaan atau situasi kondisi yang diciptakan kolonialisme. Hal penting yang perlu diungkapkan menurut Bhabha adalah salah satu cirri yang ditemukan dalam setiap kajian yang bercorak post-kolonial adalah adanya ambivalensi-ambivalensi atau sikap yang selalu mendua. Ambivalensi-ambivalensi itulah yang nantinya akan menimbulkan ambiguitas dalam pemahaman public, sehingga tujuan utama seorang penulis dalam sebuah karya sastra sering menjadi kabur.

Sebenarya sebuah ambivalensi dalam sebuah karya sastra adalah sesuatu yang wajar, karena dalam sebuah perjuangan untuk mendumbangan imej tertentu dimasyarakat tidaklah mudah semudah membalikan telapak tangan, disana perlu perjuangan yang ekstra keras sehingga dalam perjuangannya diperlukan tahapan demi tahapan untuk menggapainya. Sebagaimana disebutan diatas bahwa novel An-Nida'u Al-Khalid karya Najib Kailani yang syarat dengan isu gender adalah salah satu bentuk upaya perjuangan salah seorang pejuang mesir untuk membebaskan negaranya dari cengkraman penjajahan kolonial Inggris. Sebenarnya, gagasan gender yang ambivalen seperti ini ditemukan juga pada pengarang-pengarang modern mesir lainnya seprti Najib Mahfudz misalnya, penulis kontemporer yang dikenal amat maju pemikirannya ini juga memiliki amivalensi ketika mengangkat sebuah isu gender dalam karyanya, selain Najib Mahfudz juga ada Taufiq El-Hakim yang terkenal memiliki pemikiran yang tidak terbartas oleh ruang dan waktu seperti dalam karyanya yang memprediksikan tentang degradasi moral mesir karena pengaruh dari kebudayaan perancis juga memiliki ambivalensi sejauh mengenai isu gender.

1 komentar:

  1. assalamualaikum kak, saya sirajudin mahasiswa uin jakarta sedang meneliti novel An-Nida Al-Khalid karya Najib Kailani, sebelumnya saya ingnin menggali ilmu sama kaka, jika tidak keberatan saya boleh minta nomor kaka. makasih kak sebelumnya

    BalasHapus