Selasa, 20 Mei 2014

Sosialisme Religius Caknur: Dari NDP Caknur Sampai Pancasila


Sosialisme Religius Caknur: Dari NDP Caknur Sampai Pancasila[1]

Pada paper ini kita akan menjelaskaan konsep pemikiran perubahan sosial Caknur dalam melihat problematika kebangsaan dan keumatan. Konsep perubahan sosial Caknur menggunakan pendekatan sosoial weberrian yang melahirkan etika al-quran. Akan tetapi dalam melihat kompleksitasnya problematika sosial Caknur mulai melihat dan merumuskan teori sosial yang berpradigma moralitas agama. Paradigm ilmu sosial ini disebut dengan sosialisme religious yang melihat keadilan sosial dan keadilan ekonomi sebagai tolak ukur dalam menciptakan kesejahtraan individu dan masyarakat dalam bernegara. Sosialisme religious merupakan upaya pengaktualisasian pancaasila  sebagai dasar Negara yang bersaskan tuhan yang maha esa, prikemanusian, persatuan bangsa, dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sosialisme religious adalah elaborasi pemikiran antara aspek ideologi sosialis dengan nilai-nilai ajaran agama. Dalam arti aspek ajaran transnden agama harus bisa diterjemahkan kepada aspek yang profan. sehingga perlu dilakukan adalah mengejawantahkan nilai-nilai islam ke dalam bentuk nilai-nilai sosial. Bentuk nilai-nilai sosial seperti kemanusiaan, persatuan, persamaan, persaudaraan, kesetaraan, keadilan, kesejahteraan sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang lahir dari nilai ketuhanan (tauhid) maka dari itu baik aspek sosial dan ajaran agama sam-sama memperjuangkannya. Makanya menurut HOS Cokroaminoto tidak perlu adanya pemisahan antara ketuhanan dan sosial, atau antara islam dan sosialisme.

Melihat aspek historisnya sosiolisme religius lahir dari tradisi kristen yang mendapat pengaruh dari tradisi sosialisme marx. Dalam novel berjudul “Quo Vadis”, karya Henryk Sienkiewicz diceritakan Jesus Kristus dijadikan simbol agen sosial of change yang membebaskan kaum nasrani dari belenggu penindasan kekaisaran romawi. Mainstream yesus yang hidup sederhana, dekat dengan orang lemah, miskin, dan sikapnya yang konsisten menentang tatananan kekuasaan yang menindas dalam menegakkan keadilan, diserap dan diaplikasikan oleh Enrico Guiterez dalam Teologi Pembebasan, yang begitu subur di Amerika Latin.

Sosialisme religius sepertinya mengadopsi teologi inklusif sebagi teologi pembebasan yang dapat diadopsi oleh setiap agama agar dapat mengambil spirit dan nilai ajaran agama yang sakral, (transenden) menuju nilai-nilai sosial untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian ajaran agama-agama sifatnya tidaklah ritualansih akan tetapi bisa dipahami dan diamalkan sebagai sumber spirit, sumber nilai yang memotiasi dan menginspirasi setiap langkah gerak nafas kehidupan manusia. Tidak hanya agama islam dan kristen keberadaan agama-agama lain, seperti Budha, Hindu, dan konfusianisme akan bisa ditemukan ajaran yang mengajarkan keadilan sosial dan membela kaum yang lemah. Read More



[1] Disampaikan dalam diskusi MAI pada hari juma’t tanggal 16 mei 2014
[2] Asep Gunawan (Ed), Artikulasi Islam Kultural, Jakarta: PT Radja Pratindo Persada, 2004, hal 516-517

Tidak ada komentar:

Posting Komentar