Minggu, 24 November 2013

MEMBANGUN KONFIDENSI-DIRI KADER DALAM BER-HMI: IKHTIAR MEWUJUDKAN KADER BERKUALITAS LIMA INSAN CITA





1.     KONFIDENSI-DIRI KADER         
Konfidensi-diri[1] adalah makna general (positif) tentang kemampuan orang dalam meraih apa yang perlu dicapai. Ini berisi beberapa sub-elemen. Self-esteem adalah kepedulian positif ke kemampuan diri sendiri dalam hal ini kader dan orang lain dalam sebuah nalar umum. Self-esteem yang baik bisa membantu selama fase pembelajaran yang canggung, fase pembentukan pola pikir, pola tingkah dan pola laku  diri kader. sebelum penguasaan pengetahuan, ilmu, karakter dan skill baru. Self-efficacy adalah keyakinan bahwa orang memiliki kemampuan spesifik yang dibutuhkan atau kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain yang memiliki kemampuan tersebut. Ini adalah aspek konfidensi-diri yang banyak dipengaruhi oleh pelatihan, pengalaman, penelitiaan dan kerja-kerja kemanusian. Keyakinan Self-efficacy membantu kader dalam mentukan idealism perjungannya berorganisasi dan kemampuan berinteraksi sosial secara konfiden serta melakukan trasformasi social dalam membumikan kejuangan HMI[2].

 Aspek lain dari self-efficacy adalah pembawaan lahir (innate). Ini adalah perasaan bahwa aksi seorang kader HMI akan menghasilkan perbedaan, bukan memiliki sikap yang lebih fatalistik (Rotter, 1966; Miller, Kets de Vries, dan Toulouse, 1982). Ini berarti bahwa orang kader dengan self-efficacy tinggi cenderung lebih optimis dengan nasibnya sendiri. Mempunyai social control dan perubaan kearah yang lebih baik. Seperti yang dikatakan Virgil, “Mereka bisa menguasai siapa saya yang diyakini bisa dikuasai dan membawa pembaharuan”. Konfidensi-diri berhubungan dengan keberanian kader dengan menegukan nilai-nilai kejuangan HMI dalam rangka mencapai tujuan mission[3] organisasi (bisa dimasukkan ke konsep konfidensi, tapi juga bisa berdiri terpisah). Tanpa konfidensi-diri, keberanian juga tidak ada, dan tanpa keberanian kader HMI untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kejuangan HMI maka HMI tak akan ada.
Konfidensi-diri dianggap penting karena ini memberikan nalar bagi diri kader sendiri, anggota, pengurus dan orang lain disekitarnya, bahwa segala sesuatu telah dikontrol, dan arah yang tepat telah dibuat. Ini membantu  kader menjadi leader untuk mendorong diri sendiri dan orang lain untuk melakukan tugas-tugas kemanusian, menetapkan harapan lebih tinggi, membuat keputusan krisis secara lebih konfiden, dan merencanakan perubahan dengan lebih pasti dalam mencapai tujuan mission HMI. Leader karismatik adalah yang cakap dalam meningkatkan konfidensi-diri orang lain (House, 1977; Shamir, House dan Arthur, 1993). Beberapa tingkatan konfidensi-diri dan setidaknya façade yang bisa dilewati adalah yang dibutuhkan untuk banyak sifat lain – khususnya ketegasan, resiliensi, energi dan kemauan memikul tanggungjawab. Di lain pihak, kurangnya konfidensi-diri bisa menimbulkan kurangnya aktivitas, ada kebimbangan, defensivitas, paranoia (ketakutan) dan over-hati-hati. 
Dalam studi kasus pada HMI komisariat Adab konfidensi diri harus dibangun, dipupuk dan dibina agar aspek negatif dari kekuranan  sifat konsidensi diri kader bisa teratasi. Pengamatan dari para MPKPK dan pengurus komisariat konfidensi kader kertika berorganisasi sangat kuat dan solid ketika awal kepengurusan, akan tetapi pada pertengahan menjadi lemah dikarnakan berbagai masalah baik individu anggota maupun organisasi yang kompleks meskipun pada akirnya PJ bisa menyelesaikan kepengurusan dengan cukup baik. Penelitian Howard dan Bray (1988) menunjukkan bahwa konfidensi-diri dipertengahan kepengurusan suatu organisasi adalah sebuah indikator kuat dari kesuksesan jangka panjang. Melihat HMI Komisariat Adab yang hampir dua tahun kepengurusannya, banyak pengurus selalu konfiden kalau tidak dikatakan ekstra konfiden diawal kepengurusannya, tapi kemudian terjadi kejumudan dan kejenuhan dipertengahan kepengurusannya yang menyebabkan kekosongan kegiatan. Beberapa pengamat dalam studi mengatakan bahwa kurangnya konfidensi-diri bukanlah sepenuhnya negatif. Kurang konfidensi-diri malah membantu orang untuk lebih inklusif dan berpikir sebelum bertindak, dan mendorong mereka untuk lebih fleksibel.
Aspek negatif dari konfidensi-diri yang berlebihan ternyata besar. Beberapa masalah yang muncul akibat over-konfidens adalah kurangnya kehati-hatian, manajemen beroranisasi, dan arogansi. Konfidensi yang eksesif (berlebih) malah menunjukkan kesalahan dan pengambilan resiko yang buruk akibat kekurangmauan memeriksa. Ini juga menimbulkan manajemen organisasi ketika leader berpikir bahwa skillnya adalah tinggi dan karena itu, mereka harus melakukan atau mengawasi semua tugas penting secara personal. Bahkan ketika skill leader adalah memang tinggi, ini malah mencekik inisiatif dan pembelajaran bawahan. Terakhir, konfidensi-diri yang terlalu banyak bisa dianggap sebagai arogansi ketika ide, persepsi dan pertimbangan orang lain tidak dipedulikan.



v  Panduan
1.         Menilai kekuatan dan kelemahan personal kader agar bisa menindaklanjutinya. Karena kurangnya konfidensi-diri disebabkan oleh defisiensi skill, maka penting untuk tahu apa yang dimaksud dengan defisiensi. Penting juga untuk mengetahui kekuatannya.
2.         Mencari pelatihan atau pengalaman untuk menutup kurangnya skill atau pengetahuan. Pelatihan, pengalaman dan praktek secara signifikan bisa meningkatkan efektivitas dan konfidensi-diri.
3.         Mempraktekkan self-talk positif dan visualisasi positif. Kita sering ingin memiliki seorang pelatih positif, tapi ini jarang terjadi. Karena itu, kita harus melatih diri sendiri dan mendorong diri sendiri. Orang dengan konfidensi-diri rendah sering secara mental membayangkan hasil negatif dan mempraktekkan keraguan diri. Self-talk positif adalah antidot sehat bagi sikap negatif tersebut. Akan lebih baik bila ini ditambahkan visualisasi hasil positif (self-leadership dari Manz dan Sims, 1980, 1987).
2.            MEMBANGUN KONFIDENSI-DIRI KADER DALAM BER-HMI: IKTIAR MEWUJUDKAN KADER BERKUALITAS LIMA INSAN CITA
     Berpijak pada rapat internal pembahasan RAK ke 47 HMI Komisariat Adab yang di adakan oleh PJ pengurus HMI Komisariat Adab bersama MPKPK, alhamdulilah arah perjuangan ini bisa tersusun. Ide dan gagasan ini muncul  dari berbagai kegelisahan akan permasalahan organisasi tentang situasi dan kondisi di HMI Komisariat Adab. Problematika pengurus HMI Adab sangat fleksibel mulai dari masalah akut kejumudan berorganisasi, ketidak aktifan, naik turunya militansi kader, tidak adanya eksistensi kader di kampus, dan minimnya kualitas intelektual kader dalam Ber-HMI dan bidang ke keilmuannya. Perlu adanya formulasi-formulasi yang solutif untuk menghantarkan berbagai permasalahan internal kepengurusan tersebut supaya tidak menular kepada kader-kader lain.
     Hal ini menjadi pertimbangan kita bersama dalam merumuskan arah perjuangan ini, upaya untuk menyegarkan pengkaderan HMI Komisariat Adab dalam terciptanya suasana berorganisasi yang masif sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan kader dalam berjuang di Himpunan ini. Di samping itu semangat Girah ber-HMI kader baru harus dijaga melalui kontrol kepengurusan yang solid, Girah ber-HMI harus menciptakan konfidensi-diri kader dan siap menjadi kader yang mempunyai wawasan lima kualitas insan cita. Kader yang memiliki konfidensi-diri dia harus berani dan bangga akan kepribadianya sebagai kader HMI Komisariat Adab. Serta dibekali ilmu pengetahuan dan wawasan luas dalam melihat fenomena social yang ada dan melakukan kerja-kerja kemanusian dalam merespon fenomena-fenomena social tersebut dalam bentuk program kerja. Kader komisariat adab haruslah memiliki konfidensi-diri dalam ber-HMI dan memiliki keterpaduan antara aspek iman, ilmu dan amal.
     Konfidensi diri untuk mewujudkan lima kualitas insan cita adalah hal yang harus ada dalam lingkup HMI Komisariat Adab, karena keberadaan Komisariat Adab adalah wujud dari eksistensi kader sebagai insan pelopor, inovator, pembina, pendidik, serta pengarah kader- kader baru untuk mereproduksi ilmu dan pengetahuan serta soft skill yang menjadi spesifikasi keilmuannya sejak awalnya. Sehingga doktrin keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan yang ditanamkan kepada para kader menjadi nafas dalam mengembangkan potensi keilmuan dan skill yang digali dalam bentuk proram kerja kepengurusan yang ada. sudah seharusnya menjadi landasan bagi kader- kader penerus yang memegang amanah untuk menjalankan estapeta kepemimpinan Komisariat Adab. Seorang kader harus siap dipimpin, memimpin orang lain dan memimpin diri sendiri.
     Bila dilihat secara kasat mata permasalahan HMI Komisariat Adab adalah kurangnya konfidensi-diri kader dalam ber-HMI, kader malu menunjukan identitasnya sebagai anggota HMI, dan cendrung menutup diri serta menyembunyikan identitas kehmiaannya. Kurangnya konfidensi-diri ini menyebabkan militansinya dalam berorganisasi menjadi menurun dan lambat laun girah ber-hminya akan pudar. Kader HMI Komisariat Adab hanya militan sebagai mahasiswa dalam mengerjakan tugas kuliah dan mengenyampikan bahkan mungkin melupakan tugas-tugasnya sebagai anggota HMI, apalagi ditanya tanggungjawabnya sebagai pengurus Komisariat Adab. Melihat gejala permasalahan tersebut dan beberapa masalah akut kejumudan berorganisasi, naik turunnya militansi kader, dan minimnya kualitas intelektual kader dalam Ber-HMI dan bidang ke keilmuannya, ini menjadi tanggungjawab bersama kader HMI Komisariat Adab dalam meretas problematika komisariat tersebut . kader HMI Komisariat Adab harus sadar bahwa Komisariat adalah ujung tombak dan jantungnya perkaderan HMI, karena komisariatlah yang paling berperan terhadap perkaderan baik berupa siklus perkaderan itu sendiri maupun pembinaan terhadap kader- kader baru, anggota dan Pengurus. Pengurus komisariatlah yang berperan mendampingi kader baru serta menambahkan kualitas maupun kuantitas kader dengan pengelolaan manajemen berorganisasi dalam kepengurusannya, dan pola pembinaan yang masif.
     Proses kaderisasi HMI Komisariat Adab harus lebih memungkinkan untuk melakukan reproduksi pengetahuan, penambahan soft skill dan pengelolaan management masif dalam berorganisasi. Karena banyak ide- ide cerdas, kreatif dan solutif lahir dari proses kaderisasi tersebut, komisariat sebagai pusat pengetahuan sudah semestinya mengakomodir kebutuhan intelektualitas kader dibidang ilmu pengetahuan yang ditekuninya. Membentuk limited grup, berdiskusi berkala, menulis di majalah progress memungkinkan juga untuk menempatkan komisariat sebagai pusat pengetahuan bagi kader. Kader yang dibina dan diarahkan pada pengelolaan pengetahuan yang mereka tekuni, serta mereka dapat menekuninya dan mengembankan soft skill sebagai dasar atau bekal pengetahuan dan keilmuan nanti dalam masyarakat. Hal tersebut berkaitan erat dengan keseriusan untuk merubah keadaan dan memaksimalkan komisariat sebagai tonggak perkaderan, bukan hanya dari segi kuantitas tetapi dari segi kualitas yang terpenting. Peran sentral pengurus yang seharusnya menjadi motivator dan inspirator bagi setiap anggota serta kader baru sangat dibutukan, begitu juga peran MPKPK harus bisa maksimal sebagai majelis konsultasi dalam memberi saran, arahan serta masukan bagi pengurus dalam meretas problematika komisariat.
     Kader HMI Komisariat Adab haruslah mereka berkualitas dan mempunyai nilai lebih dari mahasiswa lainnya. sebagai mahasiswa mereka terampil atau ahli dalam bidang keimuannya. Sebagai kader mereka memiliki kesadaran untuk berlatih dan mengembangkan potensi pribadinya guna menyongsong masa depan umat, peradaban,  Negara, bangsa Indonesia. Sebagai pejuang mereka ikhlas, bersedia berbuat dan berkorban guna mencapai cita-cita umat islam dalam menopang peradaban dan kemajuan bangsa Indonesia kini dan mendatang. Inilah yang menjadi landasan kaderisasi pendidikan di lingkungan HMI. Komisariat Adab haruslah membina kader dengan wawasan keilmuan yang menopang peradaban dan wawasan kepemimpinan sesuai fungsi dan peranannya.
     Berarti kegiatan HMI komisariat Adab merupakan pendidikan kader (kaderisasi) dengan sasaran anggota-anggota HMI komisariat Adab dalam hal: (A) watak dan kepribadiaannya yaitu dengan memberikan kesadaran agama, akhlak dan watak yang menjelma menjadi individu yang beriman, berakhlak luhur,memiliki watak ontektik serta memiliki pengabdiaan dalam arti hakiki. (B) kemampuan keilmuan yang luas. Yaitu dengan membina anggota sehingga memiliki keilmuaan dan pengetahuan serta kecerdasan dan kebijaksanaan. Seorang kader HMI Komisariat Adab dituntut sebagai intelektual yang berkualitas insan cita, tidak hanya pakar pada bidang keilmuannya akan tetapi ia akan memperluas cakrawala keilmuannya ditambah dengan kecerdasan dan kebijaksanan karena sadar sebagai hamba Allah (khalifah filard) yang mempunyai tanggung jawab kemanusiaan. (C) keterampilannya. Pandai dan cerdas menerjemahkan ide juga pikiran dalam praktik dan mempunyai skill keilmuan yan mempuni. Dengan terbinanya 3 sasaran tersebut maka terbinalah kader berkualitas 5 insan cita HMI yang beriman, berilmu dan, beramal.
     Keberadaan HMI Komisariat Adab haruslah kembali menuju khitahnya yakni meneguhkan perjuangan dan perkaderan HMI supaya mission HMI bisa terwujud. Mission HMI adalah keindonesiaan, keislaman dan kemahasiswaan sesuai dengan pasal 4 AD HMI, yakni Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Dari tujuan tersebut dapat dirumuskan menjadi lima kualitas insan cita, yakni 1) kualitas insan akademis, 2) kualitas insan pencipta, 3) kualitas insan pengabdi, 4)kualitas insan bernafaskan Islam, dan 5) kualitas insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yang terwujud oleh HMI  di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan  berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan (beramal). Kualitas tersebut sebagaimana dalam tafsir tujuan HMI (pasal 4  AD HMI)  adalah sebagai berikut :
1.Kualitas Insan Akademis
a)     Berpendidikan Tinggi, berpengetahuan luas, berfikir rasional, obyektif, dan kritis.
b)     Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui dan dirahasiakan. Dia selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya  dengan kesadaran.
c)      Sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya, baik secara teoritis  maupun teknis dan sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara  bertahap, teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.
2.Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis, Pencipta
a)     Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari sekedar yang ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan  bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan  dan pembaharuan.
b)     Bersifat independen, terbuka, tidak isolatif, insan yang menyadari dengan sikap demikian potensi, sehingga dengan demikian kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah-indah.
c)      Dengan memiliki kemampuan akademis dan mampu melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran islam.
3.Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akdemis, Pencipta, Pengabdi
a)     Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan ummat dan bangsa.
b)     Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya sanggup membuat dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.
c)      Insan akdemis, pencipta dan pengabdi adalah insan yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan umat dan bangsa.
4.Kualitas Insan yang  bernafaskan islam : Insan Akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam
a)     Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola fikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menajdi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menafasi dan menjiwai karyanya.
b)      Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity personality” dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality tidak pernah ada dilema pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslim. Kualitas insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya pembangunan nasional bangsa kedalam suksesnya perjuangan umat islam Indonesia dan sebaliknya.
5.Kualitas Insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT
a)     Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT.
b)     Berwatak, sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatannya dan sadar dalam menempuh jalan yang benar diperlukan adanya keberanian moral.
c)      Spontan dalam menghadapi tugas, responsif dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.
d)     Rasa tanggung jawab, taqwa kepada Allah SWT, yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
e)     Evaluatif dan selektif  terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
f)       Percaya pada diri sendiri  dan sadar akan kedudukannya sebagai “khallifah fil ard” yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.

Dalam tafsir tujuan HMI insan cita memiliki 17 indikator kualitas pribadi, yang pada esensinya kader berkualitas lima insan cita merupakan gambaran “man of future”, insan pelopor yaitu insane berpikiran luas dan  berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan man of future”. Tipe ideal dari hasil perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta pembantu). Penyuara “idea of progress” insan yang berkeperibadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah Allah SWT. Mereka  itu manusia-manusia yang beriman berilmu dan mampu  beramal  saleh dalam kualitas yang maksimal sebagai Kader Paripurna (insan kamil).
Kader berkualitas lima insan cita dituntut menerapkan “ethic” tinggi, nilai-nilai yang merepresentasikan seorang yang paripurna. Kader HMI  harus mempunyai kekuaatan ”moral force” dalam masyarakat. senantiasa harus bersikap kritis dan menciptakan perubahan terhadap realitas. Kader haruslah berkomitmen kepada kebenaran, keadilan dan kejujuran. Karena ilmu yang luas saja tidak cukup perlu adanya kekuatan moral force”  untuk membentenginya.
Disamping itu kader berkualitas lima insan cita adalah pelopor yang mempunya inisiatif avant garde, untuk prakarsa pertama dalam setiap situasi dan kondisi untuk memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah. Kepeloporan dapat di miliki oleh orang yang memiliki tiga sarat sebagai beriku;  Memiliki ilmu pengetahuan yang luas Memahami permasalahan yang menyeluruh sampai keakar-akarnya Memiliki kemauan, keinginan untuk melaksanakannya.
Kader berkualitas lima insan cita idealnya mengetahui indenpendensi etis HMI yang merupakan karakter dan kepribadian kader. Watak independen HMI terwujudkan secara etis dalam bentuk pola pikir pola sikap dan pola laku setiap kader HMI. Juga  teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI yang akan membentuk “Independensi organisatoris HMI”. Aplikasi dari dinamika berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan teraktualisasi secara riil melalui, watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap yang : Cenderung kepada kebenaran (hanief); Bebas terbuka dan merdeka, Obyektif rasional dan kritis, Progresif dan dinamis dan Demokratis, jujur dan adil. Independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI. Ini diartikan bahwa setiap kader secara massif senantiasa melakukan partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan konstitusional agar perjuangan, tujuan dan segala usaha atau amal shalih bisa terwujud. Dalam melakukan partisipasi partisipasi aktif, kontruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya tunduk serta komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan objektifitas.
Selain itu kader berkualitas lima insane cita merupakan ulama intelektual dan intelektual ulama yaitu kader HMI yang memiliki kemampuan seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum bagi sarjana umum, dan sebaliknya memilki kemampuan seimbang antara ilmu umum dan ilmu agama bagi sarjana agama. Semua itu sesuai dengan tujuan kehidupan manusia yang fitrah adalah kehidupan yang menjamin adanya kesejahteraan jasmani dan rohani secara seimbang atau dengan kata lain kesejahteraan materiil dan kesejahteraan spiritual.
Bahwa tujuan HMI sebagaimana yang telah dirumuskan dalam pasal 4 AD HMI pada hakikatnya adalah merupakan tujuan dalam setiap Anggota HMI. Insan cita HMI adalah gambaran masa depan HMI. Suksesnya anggota HMI dalam membina dirinya untuk mencapai Insan Cita HMI berarti dia telah mencapai tujuan HMI.
Kader berkualitas Insan cita HMI pada suatu waktu akan merupakan “Intelektual community” atau kelompok intelegensi yang mampu merealisasi cita-cita umat dan bangsa dalam suatu kehidupan masyarakat yang religius sejahtera, adil dan makmur serta bahagia (masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahuwataalah).
Dengan demikian kader merupakan aset berharga bagi umat bangsa dan Negara ini. Mereka semualah yang akan menjadi intelektual, pemimpin, ulama, ilmuan , negarawan, ekonom, dosen, sastrawan, yang paripurna penerus bangsa dan harapan umat. Maka sudah menjadi tugas HMI untuk mencetak kader-kader berkualitas yang mengabdi pada umat, bangsa dan negaranya dengan ikhlas limardhotilah.
Masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. adalah gambaran sederhana HMI tentang tatanan masyarakat yang dimimpikan untuk diwujudkannya, dicita-citakannya, masyarakat yang dalam bahasa agama disebut sebagai baldatun toyibbatun wa robbun ghafur yang merupakan fungsi dari insan cita yang akan dikader oleh HMI. Masyarakat cita yang ingin diwujudkan HMI itu juga senada dengan apa yang ingin menjadi cita-cita kemerdekaan oleh pembesar-pembesar  pendiri bangsa ini, yakni masyarakat yang bebas dari bermacam bentuk belenggu penindasan, masyarakat yang berdaulat, masyarakat yang berdaya, mampu dan mandiri serta dapat menentukan hidupnya sendiri, masyarakat yang menjadi cita-cita kemerdekaan sebagaimana tujuan dari kemerdekaan bukanlah kemerdekaan itu sendiri, dimana bila merujuk pada konstitusi kita, pembukaan UUD 1945 yaitu perjuangan pergerakan kemerdekaan indonesia masih sampai sebatas mengantarkan rakyat pada “pintu gerbang” satu tatanan masyarakat “adil dan makmur” untuk itu syarat mutlaknya adalah penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, indonesia bisa berkehidupan kebangsaan yang bebas dst.. dengan begitu jelas bahwa masyarakat cita ini berada di dalam republik indonesia, dan tujuan HMI hanya dapat direalisasikan oleh mereka yang disebut “kader” dan itu tidaklah berhenti pada masa keanggotaan seorang mahasiswa.
Kualitas insan cita HMI terdapat lima, yang menjadi patokan atau standar bagi kader-kader HMI. Kendati demikian HMI tidak begitu bertanggungjawab atau memberikan garansi bahwa orang-orang yang masuk HMI akan memenuhi kualitas di atas. Hal tersebut dikembalikan kepada individu atau kepribadian kader itu sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa HMI bukanlah satu-satunya patokan dari pegangan kehidupan kader HMI. Tidak banyak tanggungjawab yang HMI patok kepada kadernya menjadi tanggungjawab mission atau tujuan HMI sendiri, hal ini dikarenakan dalam tujuan HMI hanya bertuliskan redaksi “terbinanya” bukan “membina”.
Hal ini akan jauh lebih signifikan jika masing-masing individu kader yang kuat menggunakan kekuatannya untuk berpartisipasi menguatkan yang lain.  Hubungan antar masyarakat dengan pola semacam inilah yang kemudian menciptakan masyarakat madani yang progresif namun sarat dengan semangat persaudaraan. Hal inilah yang dengan terang-terangan dijadikan tujuan mission HMI. HMI telah memproklamasikan bahwa ia berdiri untuk mewujudkan keadaan dimana insane akademis terbina menjadi manusia dengan kualitas Insan Cita, lengkap dengan lima kualitas dasar yang harus dimilikinya.


[1] Konfiensi-diri merupakan salah satu teori kepemimpinan diri sendiri (Self-Leadership). Self-Leadership adalah “proses mempengaruhi diri sendiri” (Manz, 1992). Wawasan sentral dari teori self-leadership adalah bahwa sikap, keyakinan, pola perilaku self-designed, dan preferensi motivasi individu, menghasilkan sebuah perbedaan dalam pencapaian dan kepuasan personal ke pekerjaan, apakah itu melibatkan eksekutif atau pekerja frontline. Self-Leadership berpendapat bahwa orang yang cakap dengan praktek self-leadership adalah yang sering sukses dalam mendapat posisi leadership yang lebih tinggi dan bisa dikatakan lebih efektif dalam posisinya. Sifat yang mempengaruhi, atau yang dipengaruhi oleh, self-leadership berupa konfidensi diri, ketegasan, resiliensi, energi, kebutuhan akan prestasi, kemauan memikul tanggungjawab, fleksibilitas dan maturitas emosional. Skill pembelajaran kontinyu berhubungan langsung dengan self-leadership.
[2] Lihat Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI
[3] Mission merupakan tugas dan tanggung jawab yang diemban, sehingga mission HMI dapat diartikan sebagai tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh kader HMI. Sebagai organisasi kader yang memiliki platform yang jelas, sejak awal berdirinya HMI mempunyai komitmen asasi yang disebut dengan dua komitmen asasi, yakni (1) Mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat bangsa Indonesia, yang dikenal dengan komitmen kebangsaan, dan (2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam, yang dikenal dengan wawasan keislaman/keumatan. Kesatuan dari kedua wawasan ini disebut dengan wawasan integralistik, yakni cara pandang yang utuh melihat bangsa Indonesia terhadap tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai warga negara dan umat Islam Indonesia. Penerjemahan komitmen HMI ini disesuaikan dengan konteks jaman, sehingga HMI selalu aktual dan mampu tampil di garda terdepan dalam setiap even.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar