Minggu, 18 September 2011

SINTAKSIS

SINTAKSIS
            Sintaksis merupakan tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata.
Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa, dan kalimat
Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat. Kalimat merupakan satuan atau deretan kata-kata yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhannya dan secara ortografi biasanya diakhiri tanda titik atau tanda akhir lain yang sesuai.

1. FRASE
            Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif. Di sisi lain, frasa juga diartikan sebagai kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang.
Perhatikakan kalimat di bawah ini!
{Secara {lebih mendalam}} kita{akan membahas} {kemampuan {menilai {{restasi belajar} siswa}}} {untuk {kepentingan { pengajaran {yang lebih baik}}}.
Seperti telah dijelaskan bahwa frasa adalah bagian fungsional. Kualifikasi fungsional menyatakan bahwa bagian itu berfungsi sebagi konstituen di dalam konstituen yang lebih panjang, misalnya kemampuan menilai prestasi belajar siswa berfungsi sebagai objek pada verba membahas. Sebaliknya urutan mendalam kita dan pengajaran yang bukanlah frasa karena bukan merupakan bagian fungsional dari konstituen yang lebih panjang. Selain itu frasa juga biasanya tidak melampaui batas fungsi yang didudukinya, misalnya Ahmad pulang nanti bukan sebagai frasa karena keseluruhannya adalah kalimat. Sebuah frase dapat dilihat dari dua sisi, yakni dari perilaku sintaksis dan dari kelas kata yang membangun frase itu.
Dilihat dari perilaku sintaksisinya, frase digolongkan ke dalam 2 macam, yakni frase endosentrik dan frase eksosentrik.
1.1.  Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frasa yang keseluruhannya memilki perlaku sintaksis yang sama dengan salah satu konstituennya, misalnya sepeda baru pada kalimat saya membeli sepeda baru.
1.2. Frase endosentrik dibagi ke dalam tiga macam, yakni: frase endosentrik atributif, koordinatif,        dan apositif.
1.3. Frase Endosentrik Atributif
Frase endosentrik atributif merupakan konstruksi sintaktis yang salah satu unsurnya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan unsur lainnya. Unsur yang lebih tinggi dalam hal ini disebut unsur pusat atau inti, sedangkan unsur yang kedudukannya lebih rendah disebut atribut.
1.4. Frasa endosentris atributif dibedakan atas frasa endosentris atributif nominatif, frasa endosentris verbal, frasa endosentris atributif adjektival, frasa endosentris atributif numeralial, dan frasa endosentris atributif adverbial.
1.5. Frase Endosentrik Koordinatif
Frase endosentrik koordinatif merupakan konstruksi sintaktis yang memiliki dua unsur pusat atau lebih yang masing-masing berdistribusi paralel dengan keseluruhan frasa yang dibentuk.       Menurut Arifin, (2008:25) frase endosentrik koordinatif dalam hal ini dapat dihubungkan dengan konjungsi dan, tetapi, atau, ataupun dan konjungsi korelatif baik…….maupun, makin……makin, misalnya kaya atau miskin, kaya ataupun miskin, pintar dan sombong, bodoh tetapi sombong, baik merah maupun biru, makin tua makin bermutu, dan sebagainya.
1.6. Frase Apositif
Frase apositif merupakan konstruksi sintaktis yang unsur-unsur langsungnya memiliki makna yang sama. Frasa endosentris aposistif dalam hal ini hanya memiliki satu unsur pusat ditambah aposisi yang berfungsi sebagai penjelas S, P, O maupun keterangan.
1.7. Frase Eksosentrik
Frasa jenis ini sering disebut sebagai frasa preposisional karena frasa ini terdiri dari preposisi sebagai penanda dan sumbu sebagai konstituen pesertanya, seperti frasa di bandung, dari rumah, pada dinding, terhadap dia, daripada menderita, dan lain-lain.
Menurut Arifin, (2008:19), frase eksosentrik adalah frase yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan semua komponennya.
Frase ini memiliki dua komponen. Komponen yang pertama berupa perangkai yang berwujud preposisi, partikel dan komponen yang kedua berupa sumbu. Frase yang berperangkai preposisi disebut sebagai frase preposisional (direktif) dan frase yang berperangkai partikel disebuat frase eksosentrik nondirektif.

1.7.1. Frase eksosentrik direktif dapat menyatakan beberapa makna, sebagai berikut:

-         Tempat, seperti di pasar, ke rumah, dan pada dinding,
-         Asal arah, seperti dari kampung, dari sekolah,
-         Asal bahan, seperti dari emas, dari tepung,
-         Tujuan, seperti ke kampus, ke pasar,
-         Peralihan, seperti kepada saya, terhadap Tuhan,
-         Perihal, seperti tentang saya, akan kebaikan,
-         Cara, seperti dengan baik, dengan senang,
-         Alat, seperti dengan cangkul, dengan sepeda,
-         Keberlangsungan, seperti sejak kemarin, sampai besok, dari tadi, sampai nanti,
-         Penyamaan, seperti selaras dengan, sejalan dengan, dan
-         Perbandingan, seperti seperti dia, sebagai bandingan. 

Frase eksosentrik nondirektif dibedakan ke dalam 2 bentuk, yakni: 1) frase eksosentrik nondirektif yang sebagaian atau seluruhnya memiliki perilaku yang sama dengan salah satu unsurnya, seperti si kancil, si terdakwa, kaum marginal, kaum pengusaha, dan sebagainya; 2) frase eksosentrik nondirektif yang tidak memiliki perilaku yang sama dengan bagian-bagianya, seperti yang mulya, yang besar, yang itu, dan sebagainya.

2. KLAUSA
            Kalusa adalah gabungan dua kata atau lebih yang setidaknya terdiri atas subjek dan predikat, serta berpotensi menjadi kalimat. Klausa dapat digolongkan berdasarkan hal-hal berikut:
Bedasarkan unsur interennya.
-  Ada atau tidaknya kata negatif yang secara gramatikal mengapit predikat.
-  Berdasarkan katagori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat.
2.1 Klausa Berdasarkan Unsur Internalnya
Klausa dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yakni: klausa lengkap dan tidak lengkap. Klausa lengkap berdasarkan struktur internalnya dibagi ke dalam dua jenis, yakni: klausa lengkap yang subjekya terletak di depan dan klausa lengkap yang subjeknya terletak di belakang, misalnya:
-    Badan orang itu sangat besar
     sangat besar badan orang itu
-    Andi pergi ke kali
     ke kali andi pergi

       Sementara itu, klausa tidak lengkap hanya terdiri atas predikat disertai objek, pelengkap, keterangan atau tidak, misalnya:
a. Sedang bermain-main
b. Menulis surat
c. Telah berangkat ke Jakarta

2.2 Kalusa Berdasarakan Ada Tidaknya yang Menegatifkan Predikat
                        Klausa dalam kaitannya dengan kriteria ini dibagi ke dalam dua macam, yakni: klausa positif dan klausa negatif. Klausa negatif adalah klausa yang memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat..Kata-kata negatif yang dimaksud dalam hal ini antara lain: tidak, bukan, belum, dan jangan. Klausa positif adalah klausa yang tidak memiliki kata-kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat.

3. KALIMAT
            Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik.Satuan fonologik meliputi fonem dan suku. Sedangkan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatika meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem. Contoh kalimat dari satu kata misalnya: kemarin, kalimat yang terdiri dari dua kata, misalnya itu toko yang terdiri dari tiga kata, misalnya ia sedang belajar.

3.1. Kalimat Berklausa Dan Kalimat Tak Berklausa
            Kalimat yang berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa. Klausa terdiri atas subjek dan predikat. Klausa dapat pula disertai adanya objek, keterangan dan pelengkap.
Contoh:
Lembaga itu menerbitkan majalah sastra. ( 1 klausa )
Perasaan itu muncul sesaat setelah kamu pergi. ( 2 klausa )
Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terdiri dari klausa.
Contoh:
Selamat pagi !
Pergi !
Judul suatu karangan juga merupakan sebuah kalimat karena selalu diakhiri dengan jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun atau yang disebut intonasi.
Contoh: Seratus Tokoh Islam Akan Menerima Penjelasan. ( berwujud kalimat)
Akan tetapi, jika tidak terdiri dari klausa, kalimat judul itu termasuk golongan kalimat tak berklausa.
Contoh : Seorang Pertapa dari Gunung Wilis ( berwujud satuan frase )
Kalimat Berita, Kalimat Tanya dan Kalimat Suruh
Berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat digolongkan menjadi:
1. Kalimat Berita
Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain sehingga tanggapan yang berupa perhatian seperti tercermin pada pandangan mata yang menunjukkan adanya perhatian yang berupa anggukan atau ucapan ya. Kalimat berita mempunyai pola intonasi berita.dalam kalimat berita tidak terdapat kata-kata tanya, kata ajakan serta kata larangan.
2. Kalimat Tanya
kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dari kalimat berita. Pola intonasi kalimat berita bertanda akhir turun, sedangkan pola intonasi kalimat tanya bernada akhir naik. Di samping itu, nada suku terakahir yang lebih tinggi sedikit dibandingkan dengan nada suku terakhir pola intonasi kalimat berita.
A. Apa
Kata tanya apa digunakan untuk menanyakan benda, tumbuhan, hewan dan identitas.
Contoh : – Petani itu membawa apa?
   - Kamu membaca buku apa?
B. Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk menanyakan Tuhan, Malaikat dan manusia.
Contoh: – Anda mencari siapa?
  - Ini sepeda siapa?
C. Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menanyakan perbuatan dan sebab.
Contoh: – Anak itu sedang mengapa?
  - Mengapa anak itu menangis?
D. Kenapa
kata tanya kenapa digunakan untuk menanyakan sebab.
Contoh: Kenapa anak itu menangis?
E. Bagaimana
Kata tanya bagaimana menanyakan keadaan dan cara.
Contoh: – Bagaimana nasibnya sekarang?
  - Bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?
F. Mana
Kata tanya mana menanyakan tempat, sesuatu dari suatu kumpulan dan sesuatu yang dijanjikan sebelumnya.
Contoh: – Kamu orang mana?

4. WACANA
Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak diduga dan diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka persoalan kitra sekarang adalah apaah wacana itu apakah cirri-cirnya, bagaimana wujudnya dan bagaimana proses pembentukannya.
4.1. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga alam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam waacana itu berarti terda[at konsep, gagasan, pkiran, atau ide yang utuh yang bias dipaham oleh pembaca tanpa keraguan apapun. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kohesian yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut.
4.2. Alat Wacana
Untuk membuat waacana yang kohesif dan koherens tu dapat digunakan pelbagai alat wacana baik yang berupa aspek gramatikal maupun yang berupa aspek semantic atau gabungan antara dua aspek tersebut. Yaitu :
- Konjungsi yaitu alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebuih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
- Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu. Sebagai rujukan anaforis.
- Menggunakan elipsis yatu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat kalmat yang lain. Dan penghilangan itu sendiri mnjadi alat penghubung kalimat didalam wacana itu.
Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga dibuat dengan bantuan pelbagai aspek semantic. Caranya antara lain dengan :
-         Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana itu.
-         Menggunakan hubungan generic – spesifik atau sebaliknya.
-         Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat atau isi antara dua buah kalmat dalam satu wacan.
-         Menggunakan hubungan sebab – akibat diantara isi kedua bagian kalimat atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
-         Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
-         Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
4.3. Jenis Wacana
Berbagai jenis wacana dilihat sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat. Pertama dilihat adanya wacana lisan dan tulisan berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa lisan atau bahasa tulis.kemudian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian atau dalam bentuk puitik.
4.4. Hierarki Satuan
Satuan yang satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar. Jadi, fonem membentuk morfem, lalu morfem akan membentuk kata, kemudian kata akan membentuk frase, selanjutnya frase akan membentu klausa, sesudah itu klausa akan membentuk kalimat, dan akhirnya kalimat akan membentuk wacana. Kiranya urutan hierarki itu adalah urutan normal teoretis. Dalam praktek berbahasa banyak factor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan urutan. Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas atau satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa, sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat di atasnya.

Sumber ;

·         Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar