Jumat, 07 Oktober 2011

PERGESERAN DAN PERUBAHAN MAKNA



Sebuah kata yang tentunya bermakna ada kemungkinan akan mengalami perubahan. Dalam masa yang singkat makna kata akan tetap atau tidak berubah, akan tetapi dalam kurun waktu yang lama ada kemungkinan makna suatu kata tersebut mengalami perubahan ataupun pergeseran dari segi maknanya. Dengan asumsi tersebut maka didapatkan definisi sebagai berikut:
  • Pergeseran makna adalah gejala perluasan, penyempitan, pengonotasian (konotasi), penyinestesian (sinestesia), dan pengasosiasian makna kata yang masih dalam satu medan makna. Dalam pergeseran makna rujukan awal tidak berubah atau diganti, tetapi rujukan awal mengalami perluasan atau penyempitan rujukan. Sebagai contoh kata: Bapak, Saudara, dll.
  • Perubahan makna adalah gejala pergantian rujukan dari simbol bunyi yang sama. Dalam perubahan makna terjadi perubahan pada rujukan yang berbeda dengan rujukan awal. Sebagai contoh adalah kata Canggih.1


Jadi, sebuah kata yang pada waktu dulu bermakana “A” misalnya, maka pada masa sekarang bisa bermakna “B”, dan pada suatu waktu kelak mungkin juga bisa bermakna “C” atau bermakana “D”. Sebagai contoh yaitu pada kata sastra yang paling tidak sudah mengalami tiga kali perubahan makna. Pada mulanya kata sastra ini bermakna ‘tulisan’ atau ‘huruf’; lalu berubah makna menjadi ‘buku’; kemudian berubah lagi menjadi ‘ buku yang baik isinya dan bahasanya’; dan sekarang yang disebut karya sastra adalah karya yang bersifat imaginatif dan kreatif.
Makna kata juga dapat mengalami pergeseran akibat adanya sikap dan penilaian tertentu pada masyarakat pemakainya. Sehingga makna kata dapat mengalamai degradasi atau peyorasi, yakni makna kata yang akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau berkonotasi negatif. Kemudian adanya elevasi atau ameliorasi, yakni suatu kata yang memiliki makna kata yang dianggap memiliki nilai ataupun konotasi yang positif dibandingkan makna sebelumnya. Kata- kata yang dapat mengalami perkembangan, pergeseran maupun perubahan makna umumnya terbatas pada bentuk full word atau otosemantik yakni kata yang telah mengandung makna penuh. Sedangkan untuk bentuk form word atau sinsemantik, yakni kata- kata yang memiliki makna setelah digfabungtkan dengan bentuk atau kata lainnya, hanya mengalami peningkatan atau penurunan dalam frekuensi pemakaian. Bentuk –tah, misalnya, telah jarang muncul dalam penggunaan, sementara muncul relasi bentuk baru keberterimaan, kesinambungan, ataupun pelanggan.2
Adanya kemungkinan perubahan atau pergeseran makna ini tidak berlaku untuk semua kosa kata yang ada, karena masih banyak juga kata yang maknanya sejak dahulu sampai sekarang tidak pernah berubah. Malah jumlahnya mungkin lebih banyak dari pada yang berubah atau pernah berubah. Apabila dikaji pergeseran, perkembangan maupun perubahan makna tersebut dilatari oleh unsur penyebab tertentu. Beberapa diantara latar tau faktor penyebab perubahan makna itu dapat dipaparkan sebagai berikut.
  1. Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi. Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna suatu kata. Sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna tentang sutau yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah akibat pandangan baru tentang suatu ilmu dan perkembangan teknologi.
Contoh ; kata berlayar yaitu dulu hanya digunakan untuk kapal/ perahu yang menggunakan layar”tenaga angin” tetapi sekarang perahu/ kapal yang menggunakan mesin disel/turbo/uap, tetapi kata berlayar tetap digunakan untuk menyebut perjalanan di air. Kata Sastra ini bermakna ‘tulisan’ atau ‘huruf’; lalu berubah makna menjadi ‘buku’; kemudian berubah lagi menjadi ‘ buku yang baik isinya dan bahasanya’; dan sekarang yang disebut karya sastra adalah karya yang bersifat imaginatif dan kreatif. dll.
  1. Perkembangan sosial dan budaya. Perkembangan dalam masyarakat tentang sikap sosial dan budaya, juga terjadi perubahan makna. Jadi bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya telah berbeda.
Contoh; istilah perkerabatan. Kata Saudara,semula berarti seperut/ sekandung tetapi sekarang digunakan juga untuk menyebut orang lain, sebagai sapaan, untuk yang sederajat, begitu juga dengan kata bapak, ibu, yang mengalami perluasan makna.
  1. Perbedaan bidang pemakainan. Bahwa setiap bidang kehidupan atau kegiatan memilki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Contoh: dalam bidang pertanian (menggarap, membajak, panen, menabur, menanam,dll) yang dalam perkembanganya digunakan dalam kehidupan sehari- hari atau bidang lain yang tentunya menjadikanya memiliki makna baru atau makna lain.
  2. Adanya Asosiasi. Adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran tersebut,”bila disebut ujaran tersebut maka yang dimaksud adalah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran tersebut. Contoh; suaranya sedap didengar/ wajahnya manis. Kata sedap dan manis adalah urusan indra perasa lidah tetapi menjadi tanggapan indra pendengaran dan pengelihatan.
  3. Perbedaan tanggapan. Contoh ; kata bini lebih peyoratif (nilainya merosot menjadi rendah), sedangkan istri dianggap amelioratif (nilainya naik menjadi tinggi). Dulu penggunaan kata bini adalah hal yang biasa dan lazim digunakan untuk menyebut pasangan hidup tetapi karena berbedanya tanggapan akhirnya kata bini dianggap sebagai peyoratif dibandingkan kata istri.
  4. Pengembangan istilah. Memanfaatkan kosakata yang telah ada dengan memberikan makna baru, baik dengan menyempitkan, meluaskan, ataupaun memberikan arti baru sama sekali.contoh : papan’lempeng kayu’ kini menjadi perumahan/rumah, sandang’selendang’kini bermakna pakaian, dll.3
  5. Akibat ciri dasar yang dimiliki oleh unsur internal bahasa, yakni makna kata selain dapat memiliki hubungan erat dengan dengan kata lainnya, misalnya dalam kolokasi, makan dan bentuk kata, bisa juga tumpang tindih, misalnya dalam polisemi, sinonimi, homonimi. Kolokasi yang sangat ketat antara kopi dangan minuman, misalnya, menyebabkan adanya perkembangan makna kopi itu sendiri yang selain mengacu pada “buah” juga “bubuk” dan “minuman”.
  6. Akibat adanya proses gramatik, yaitu misalnya kata ibu akibat mengalami relasi gramatik dengan kota akhirnya tidak merujuk pada “wanita” tetapi pada tempat atau daerah.
  7. Akibat unsur kesejarahan, yakni berkaitan dengan perjalanan bahasa itu sendiri dari generasi ke generasi, perkembangan konsep ilmu pengetahuan, kebijakan institusi, serta perkembangan ide dan objek yang dimaknai. Sebagai contoh kata penghayatan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila berbeda dengan penghayatan musik klasik.
  8. Faktor emotif, yakni pergeseran makna yang ditandai oleh adanya asosiasi, analogi, maupun perbandingan dalam pemakaian bentuk bahasa. Terdapatnya asosiasi, analogi dan perbandingan salah satunya menyebabkan adanya bentuk metaforis, baik secara antromofis, perbandingan binatang, dan sinaestetis.Metafora antromofis yaitu penataan relasi kata yang seharusnya khusus untuk fitur manusia tetapi dikaitkan dengan benda- benda tak bernyawa. Contoh:pagi berseri, malam yang bisu, belaian angin,dll. Metafora binatang yaitu pemakaian yang hanya khusus untuk binatang tetapi dikaitkan dengan benda tak bernyawa maupun dengan manusia. Contoh: jago tembak, tulisan cakar ayam, kumis kucing, dll. Metafora sinaestetis yaitu pemindahan asosiasi fitur semantis satu refren ke refren tertentu yang secara analogis memiliki kesejajaran sifat. Misalnya kata pedas yang hanya untuk sambal, dipindahkan untuk pembicaraan maupun kata, misalnya kata- katanya pedas, dll.4
  1. Jenis Perubahan
  1. Meluas, yaitu pada awalnya hanya memiliki ‘makna’ karena beberapa faktor sehingga menjadikannya memiliki makna- makna lain. Contoh ; kata saudara, kata bapak , kata baju dulu hanya bermakna pakaiana sebelah atas saja tetapi sekarang bukan saja bermakna pakaian dari pinggang ke atas tetapi juga topi, dasi, celana, sepatu. (makna-makna yang ada masih ada hubunganya dengan makna aslinya/poli-seminya)
  1. Menyempit, yaitu gejala pada suatu kata yang awalnya memiliki makna yang luas, kemudian hanya terbatas pada sebuah makna saja. Contoh ; kata sarjana dulu digunakan untuk menyebut orang yang cerdik, pandai tetapi sekarang hanya digunakan untuk menyebut orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi. Kata pendeta dulu bermakna orang yang berilmu tetapi sekarang hanya bermakna “guru dalam agama kristen”, dll.
  1. Perubahan total, yaitu berubahnya makna dari makna aslinya, walaupun masih ada kemungkinan persamaanya tetapi jauh sekali. Contoh : kata seni dulu hanya bermakna air seni/ urine tetapi sekarang bermakna sesuatu yang indah atau berkaitan kreatifitas, kata pena dulu hanya bermakna “bulu angsa” tetapi sekarang bermakna alat tulis bertinta. Kata canggih dulu bermakna sesuatu yang njelimet atau ruet tetapi sekarang bermakna sesuatu yang njelimet masalah teknologi. dll.
  1. Penghalusan(eufemia), yaitu ditampilkanya kata-kata atau bentuk- bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan dari pada yang akan digantikan. Contoh : korupsi => menyalahgunakan jabatan, penjara => lembaga permasyarakatan.
  1. Pengasaran(disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau biasa dengan kata yang maknanya kasar.(situasi tidak ramah atau kejengkelan atau penegasan). Contoh: mengambil => mencaplok, memasukkan ke penjara => menjebloskan ke penjara. (kata yang bernilai kasar tetapi sengaja digunakan untuk memberikan tekanan tanpa tersa kasarnya. Contoh: menggondol = anjing menggondol tulang => timnas berhasil menggondol piala asia.
Terdapatnya pergeseran, perkembangan, maupun perubahan makna menjadi salah satu bukti bahwa keberadaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari kreativitas dan mobilitas sosial masyarakat pemakainya, dan keberadaan makna dalam suatu bahasa tidak dapat dipisahkan dari kualitas pengalaman, perkembangan ilmu pengetahuan, maupun tingkat sosial masyarakat pemakainya.

Refrensi :
Chaer Abdul, Linguistik Umum, ( Jakarta : Rineka Cipta ),2007.
Chaer Abdul, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,edisi revisi, (Jakarta: Rineka Cipta),2002.
Parera. J.D., Teori Semantik. (Jakarta: Erlangga),2004.
Sumarsono, Semantik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2007.
Aminuddin. Semantik “Pengantar Studi tentang Makna”.cet III,(Bandung: Sinar Baru Agensindo), 2008.
Al-Khuli Muhammad Ali.1982. A Dictionary of Theoritical Linguistics English-Arabic. Lebanon: Librarie du Liban Beirut.

1 J.D.Parera, Teori Semantik. (Jakarta: Erlangga.2004).hlm.145.

2 Aminuddin. Semantik “Pengantar Studi tentang Makna” . cet III ( Bandung : Sinar Baru Agensindo, 2008 ), Hlm. 131.

3 Chaer Abdul, Linguistik Umum, ( Jakarta : Rineka Cipta. 2007).hlm.312-313.

4 Aminuddin. Semantik “Pengantar Studi tentang Makna” . cet III ( Bandung : Sinar Baru Agensindo, 2008 ), Hlm. 132.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar