Minggu, 18 September 2011

MORFOLOGI


Morfologi adalah cabang Linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.  Tapi pada tulisan ini kita akan membahas tentang satuan bentuk bahasa terkecil yg mempunyai makna secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yg lebih kecil yang disebut dengan morfem

1.      MORFEM
Konsep morfem baru diperkenalkan oleh kaum strukturalis pada awal abad kedua puluh. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah Morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut ternyata bisa hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah morfem. Sebagai contoh kita ambil bentuk /kedua/ , dalam ujaran diatas. Ternyata bentuk /kedua/ dapat kita banding-bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut :

            Kedua
Ketiga
Kelima
Ketujuh
Kedelapan
Kesembilan
Kesebelas
            Ternyata juga semua bentuk ke pada daftar diatas dapat disegmentasikan sebagai satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan tingkat atau derajat.

A.  Morf dan Alomorf
Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang terdapat berulang –ulang dalam satuan bentuk yang lain. Sekarang perhatikan deretan bentuk ini :
Melihat                                                
Merasa
Membawa
Membantu
Mendengar
Menduda
Menyanyi
Menyikat
Menggali
Menggoda
Mengelas
Mengetik         
Kita lihat bentuk-bentuk yang mirip atau hampir sama, tetapi kita juga tahu bahwa maknanya juga sama. Keenam bentuk tersebut adalah morfem, sebab meskipun maknanya sama tetapi bentuknya tidak persis sama, tetapi perbedaannya dapat dijelaskan secara fonologis.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret (didalam pertuturan) dari sebuah morfem. Jadi, setiap morfem tentunya mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, atau juga enam buah seperti yang tampak pada data diatas.

B.   Klasifikasi Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknanya, dan sebagainya.
Morfem Bebas dan Morfem Terikat, adapun yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem bebas. Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Begitu juga dengan morfem penanda jamak dalam bahasa Inggris merupakan morfem terikat.
Kemudian ada morfem utuh dan morfem terbagi. Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem tersebut : apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi, karena disisipi morfem lain. Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang terpisah.
Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lihat}, {lah}, {sikat}, dan {ber}. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
Morfem Beralomorf ZeroDalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol   (lambangnya berupa 0), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsure suprasegmental), melainkan berupa “kekosongan”.
Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal, Yang dimaksud dengan morfem bermakna leksikal adalah morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses terlebih dulu dengan morfem lain. Sebaliknya morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti {ber-}, {me-}, dan {ter-}.
Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-bentuk seperti {juang}, {kucing}, dan {sikat} adalah morfem dasar. Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks inflektif. Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun afiks derivisionalnya ditanggalkan.

2.      PEMBENTUKAN KATA
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka setiap bentuk dasar terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentu lebih dulu menjadi sebuah kata gramatikal, baikbaik melalui proses afiksasi reduplikasi maupun komposisi. Kata-kata dalam bahasa-bahasa berefleksi, untuk dapat digunakan dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Dewasa ini bahasa-bahasa berfleksi yang ada didunia ini memang masih ada yang mempertahankan bentuk-bentuk fleksinya dengan lengkap, tetapi banyak pula yang bentuk fleksinya sudah tidak lengkap. Pembentukan kata secara inflektif seperti dibicarakan di atas, tidak membentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya.hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional. Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya. Perbedaan identitas leksikal terutama berkenaan dengan makna, sebab meskipun kelasnya sama, tetapi maknanya tidak sama.
Proses morfemis bias melalui beberapa tahap, yaitu melalui afiksasi, reduplikasi, konposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi intern. Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna gramatikal yang dihasilkan, proses ini dapat bersifat inflektif atau pula bersifat derivative. Sedangkan reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seprti lelaki (dari kata laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya member makna gramatikal. Selanjutnya adalah konversi atau disebut juga konversi zero, transmutasi, dan transposisi. dimana konversi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsure segmental. Sedangkan modifikasi internal (sering juga disebut penambahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang erkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Ada sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena cirri-ciri bentuk dasar tidak atau hamper tidak tampak lagi, bahkan boleh dikatakan bentuk dasar itu berubah total.
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Dalam berbagai kepustakaan, hasil proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas penggalan, singkatan, dan akronim. Yang dimaksud penggalan adalan kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang dipendekan itu. Sedangkan singkatan adalah hasil proses pemendekan. Kemudian akronim adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata. Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa Indonesia seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau sangat pelik. 

3.      PRODUKTIVITAS PROSES MORFEMIS
Yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif. Lain halnya dengan derivasi, proses derivasi bersifat terbuka. Artinya, penutur suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan proses tersebut. Namun perlu diketahui, keproduktifan proses derivasi ini dan penambahan alternant-alternan baru pada daftar derivesional, dibatasi oleh kaidah-kaidah yang sudah ada. 

4.      MORFOFONEMIK
Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.  Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud : pemunculan fonem, pelepasan fonem, peluluhan fonem, berubahan fonem, dan pergeseran fonem. Seperti tampak dari namanya, yang merupakan gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi,atau morfologi dan fonemik, bidang kajian morfologi atau morfofonemik ini, meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Masalahmorfofonemik ini terdapat hamper pada semua bahasa yang mengenal proses-proses morfologis.  

Sumber;
·         Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta 2007. 
 http://id.wikipedia.org/wiki/Morfologi_%28linguistik%29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar